vica

Cartoon Toad Jumping Up and Down

Senin, 06 November 2017

pengukuran debit air



PENGUKURAN DEBIT AIR
VIKA TARI RAMADHANTY
16/394254/PN/14493
BUDIDAYA PERIKANAN

Abstrak
Tujuan dari praktikum pengukuran debit air  adalah untuk mengetahui cara pengukuran debit air dengan berbagai macam metode, mengetahui cara menghitung debit air, dan membandingkan metode yang lebih efektif dalam pengukuran debit.  Praktikum pengukuran debit air ini dilaksanakan di selokan  kolam perikanan Universitas Gadjah Mada pada hari kamis tanggal 14 September 2017 pukul 13.30 sampai selesai. Parameter yang diamati adalah ketinggian air dalam selokan,  lebar weir, panjang selokan, konstanta perairan. Pengukuran debit air menggunakan metode Embody’s Float, Rectangular  Weir Method dan 90o Triangular Nontch Weir Method. Standar deviasi dengan embody’s float methode stasiun 1 sebesar 0,001014693 m3/s stasiun 2 sebesar 0,010453741 m3/s, dengan metode 90 triangular nontch weir stasiun 1 sebesar 0,000338846 m3/s, stasiun 2 sebesar 0,001561731 m3/s. Dan dengan methode rectangular weir didapatkan hasil pada stasiun 1 sebesar 0,0000864947 m3/s dan stasiun 2 sebesar 0,004573743 m3/s. Berdasarkan nilai SD terendah maka metode 90o Triangular Nontch Weir  sesuai untuk saluran I dan 2.

Kata kunci : air, debit, embody’s float metode, rectangular notch weir, triagular weir

PENGANTAR
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan budidaya ikan terbanyak di dunia.  Dalam kegiatan budidaya perikanan maka diperlukan suatu sistem perairan yang baik, salah satunya yaitu dalam pengirigasian kolam, danau, tambak dan lain-lain. Pengelolaan sumber daya air dengan perancangan bangunan air diperlukan suatu informasi yang menunjukan jumlah air yang akan masuk ke bangunan tersebut dalam satuan waktu yang dikenal sebagai debit aliran. Informasi besarnya debit aliran air ini membantu mengenai  dalam perancangan bangunan dengan memperhatikan besarnya debit puncak ( banjir) yang diperlukan untuk perancangan bangunan pengendalian banjir dan juga dilihat dari data debit minimum yang diperlukan untuk pemanfaatan air terutama pada musim kemarau untuk kolam, tambak atau sejenisnya informasi debit ini sangat membantu dalam hal lamanya pengisian air agar mencukupi untuk suatu perairan. Sehingga dengan adanya data debit tersebut pengendalian air baik dalam keadaan berlebih atau kurang sudah dapat diperhitungkan sebagai usaha untuk mengurangi dampak banjir pada saat debit maksimum dan kekeringan atau defisit air pada saat musim kemarau panjang. Melalui pengukuran debit air maka dapat diketahui kemampuan perairan untuk menyuplai air untuk kebutuhan mahkluk hidup seperti manusia, maupun hewan dan tumbuhan. Didalam dunia perikanan memiliki peran yang setrategis dimana air adalah komponen utama dalam budidaya perikanan.

Menurut Hadiwigeno(1990) air adalah media tempat semua organisme air yang merupakan elemen dasar penyusun dari tumbuhan dan binatang. Air juga merupakan medium tempat terjadinya reaksi kimia baik didalam maupun diluar organism hidup. Penentuan debiat air sungai diperlukan unuk mengetahui besarnya air yang mengalir dari sungai ke laut. Dalam penentuan debit air sungai perlu diketahui luas penampangnya yaitu dengan mengukur kedalaman dan lebar masing-masing titik pengukuran. Arus dan debit merupakan suatu gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal massa air. Arus dapat menyebabakan terjadinya kerusakan fisik pada sungai atau selokan seperti pengikisan daratan, perpindahan sedimen dan lain sebagainya.

Menurut Asdak (1995) debit air adalah laju aliran air yang melewati suatu penampang melintang sungai/aliran air per satuan waktu. Di dalam satuan SI, besar debit dinyatakan dalam satuan m3/detik. Pengukuran debit air dapat dilakukan dengan mengukur volume aliran sungai, menentukan luas penampang sungai, menggunakan bahan kimia (pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai, atau dengan membuat bangunan pengukur debit seperti weir (aliran air lambat) atau flume (aliran air cepat) pergerakan air sangat ditentukan oleh intensitas hujan dan lamanya hujan, topografi bentuk dan kemiringan lereng, karakteristik geologi terutama jenis dan struktur tanah, keadaan vegetasi, serta faktor manusia (Soebarkah, 1978). 

Arus sungai memiliki kecepatan yang berbeda-beda, baik dari hulu ke hilir maupun dari waktu ke waktu. Debit air dan arus sungai saling mempengaruhi pada suatu ekosistem sungai (Odum, 1993). Pemilihan lokasi pengukuran debit air sebaiknya dilakukan di bagian aliran perairan yang lurus, tidak ada tumbuhan, jauh dari percabangan sungai (Sitohang et al., 2006).
 Debit aliran merupakan satuan untuk mendekati  nilai-nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan. Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan  untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat monitor dan mengewaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi permukaan  yang ada. Tujuan dari diadakan praktikum pengukuran debit air ini adalah untuk mengetahui cara pengukuran debit air dengan berbagai macam metode, mengetahui cara menghitung debit air, dan membandingkan metode yang lebih efektif dalam pengukuran debit.

METODE
Praktikum pengukuran debit air ini dilaksanakan di selokan kolam perikanan Universitas Gadjah Mada pada hari kamis tanggal 14 September 2017 pukul 13.30 sampai selesai. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu bola pingpong, timer/stopwatch, penggaris, papan/triplek rectangular weir dan 900 Triangular weir, alat tulis, kalkulator, dan meteran. Parameter yang diamati adalah ketinggian air dalam selokan,  lebar weir, panjang selokan, konstanta perairan.
Pengukuran debit air menggunakan metode metode Embody’s Float, Rectangular  Weir Method dan 90o Triangular Nontch Weir Method. Pada Embody’s Float Method, alat yang digunakan adalah bola pingpong, meteran, penggaris, dan stopwatch. Bola pingpong dihanyutkan dari titik awal hingga titik akhir jaraknya 50 m. Kemudian catat waktu yang ditempuh bola pingpong tadi dengan timer/ stopwatch, kemudian lakukan 3 kali ulangan. Kemudian mengukur lebar selokan (W), kedalaman (D) dengan penggaris, dan ditentukan konstanta dari materi dasar saluran (0,8 = berbatu, 0,9 = berpasir). Debit air dihitung dengan menggunakan rumus;
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcpdwMBI0XEoR4W8Nv5ECuYCXcqQ_AQLqiJLmMh19us09WOSoReaZqlSwoxmQFkw3RAaUMEjX99JzxR5XqCcqammPzzv9WfwXVGLwGD6i3mj0aMej5AHZcaxQgZ66sznfibc4BfH7pM8jO/s1600/Untitled+1.png
dimana R merupakan debit air (m3/s); W merupakan rata-rata lebar muka air (m); D merupakan rata-rata kedalaman (m); A merupakan konstanta; L merupakan jarak yang ditempuh bola pingpong (m); dan T merupakan waktu yang dibutuhkan bolah pingpong menempuh jarak yang ditentukan.

Metode kedua yang digunakan adalah Rectangular Weir Method. Cara kerja dengan metode ini adalah dengan membendung air dengan rectangular weir, alat ini memiliki celah persegi panjang sehingga air akan melewati celah tersebut. Selanjutnya, ditentukan posisi bendungan/weir yang akan digunakan. Kemudian, air diukur tingginya dimulai dari awal celah persegi panjang (H). Langkah akhir adalah mengukur lebar celah persegi panjang (L). Setelah semua data telah dikumpulkan, lalu debit air dapat dihitung dengan rumus Q = 3,33 x H3/2 (L - 0,2H), dengan Q merupakan debit air (m3/s); H merupakan tinggi weir (m); dan L merupakan lebar weir. Setelah menggunakan kedua metode sebelumnya, debit air kembali dihitung dengan menggunanakan 90º Triangular Notch Weir Method. Bentuk bendungan yang digunakan pada metode ini mirip dengan menggunakan Rectangular Weir Method, akan tetapi celahnya berbentuk segitiga dengan sudut 90º. Mengukur debit air dengan metode ini hanya perlu membendung aliran air dengan bendungan khusus 90º Triangular Notch Weir dan menghitung ketinggian air (H) selanjutnya dihitung dengan rumus Q = 2,54 x  H5/2, dengan Q merupakan debit air (m3/s) dan H merupakan tinggi weir (m)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan pengukuran debit air di selokan kolam perikanan Ugm


stasiun
Embody's
trianggular
rectangular
i
1
0,006298
0,0003
0,00413
2
0,005
0,00094
0,00427
3
0,007
0,000813
0,004112
Rerata
0.006099333 ± 0.001014693
0.000648333 ± 0.000338846
0.004170667 ± 0.0000864947
ii
1
0,000174
0,004
0,000183
2
0,021
0,000952
0,0036
3
0,00899
0,001885
0,00924
Rerata
0.010054667 ± 0.010453741
0.002279 ± 0.001561731
0.004341 ± 0.004573743










standar deviasi
Embody's
trianggular
rectangular

i
0,001014693
0,000338846
8,64947E-05

ii
0,010453741
0,001561731
0,004573743


PEMBAHASAN
Menurut Sasrodarsono (1985) debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat dalam suatu tempat atau yang dapat ditampung dalam suatu tempat tiap satuan waktu. Menurut  Asdak (1995), debit aliran adalah laju aliran air yang melewati suatu penampang melintang sungai persatuam waktu. Dalam satuan meter per detik atau liter per detik. Debit air juga dapat diartikan sebagai volume air yang mengalir kesuatu titik tiap satuan luasnya. Praktikum pengukuran debit air dilakukan untuk mengetahui cara mengukur debit air dengan beberapa metode dan mengetahui cara perhitungan debit air. Debit air dipengaruhi oleh bentuk saluran air, kondisi dasar perairan, ukuran saluran air, dan kemiringan bidang lahan. Semakin besar ukuran batu dasar dan semakin banyak curah hujan, semakin cepat pengukuran air, semakin kuat, dan kecepatan arus cepat, sehingga dapat mempengaruhi debit air (Cholik, 1991).
Praktikum pengukuran debit air ini dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran yaitu Embody’s float, Rectangular weir dan 90° Triangular nocth weir. Pengukuran debit air dengan metode Embody’s float, Rectangular weir dan 90° Triangular nocth weir tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Embody’s float method merupakan metode pengukuran yang paling sederhana sehingga setiap orang dapat melakukannya, sebab hanya membutuhkan alat-alat yang sederhana seperti meteran, bola ping-pong, dan stopwatch. Hal tersebutlah yang menyebabkan metode Embody’s float mudah diaplikasikan baik pada perairan dangkal maupun dalam. Pada percobaan pengukuran debit air dengan metode Embody’s float tampak kurang akurat sebab pelampung (bola ping-pong) tidak bergerak lurus melainkan berkelak-kelok, sehingga mempengaruhi hasil debit. Bola tidak berjalan lurus sebab saluran air yang digunakan lebar. Embody’s float method akan lebih efektif  digunakan pada saluran air yang kecil. Kekurangan metode Embody’s float adalah metode tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti angin dan gangguan permukaan (Subiantoro, 2007). Kelebihan metode Rectangular weir adalah tidak membutuhkan banyak pengukuran dan tidak terpengaruh oleh konstanta periran, sementara kekurangannya adalah untuk mengaplikasikannya sulit sebab harus membuat weir terlebih dahulu, selain itu saat dibendung juga ada beberapa air yang lolos, serta sulitnya dalam mengatur ketinggian air saat membendung. Kelebihan metode 90° Triangular notch weir adalah tidak memerlukan banyak pengukuran, sehingga meminimalisir kesalahan, tidak terpengaruh konstanta perairan, data yang diperoleh lebih teliti dan akurat karena prinsip-prinsip hidrolika dapat diterapkan. Metode 90° Triangular notch weir cocok digunakan pada perairan yang kecil dan kurang efektif apabila diterapkan pada perairan yang lebar maupun pada perairan yang memiliki nilai kedalaman yang rendah. Meskipun bisa dilakukan pada perairan yang lebar dan besar, namun akan dibutuhkan biaya yang besar untuk membangun weir(Sastrodarsono,1995).
Dari hasil percobaan dengan metode embody’s float didapatkan hasil Debit air  pada saluran I stasiun pertama sebesar 0,006298 m3/s , stasiun dua 0,005 m3/s , stasiun tiga 0,007 m3/s dengan rerata 0,006099333±0,001014693. Pada saluran 2 stasiun 1 didapatkan debit air sebesar 0,000174 m3/s, stasiun 2 sebesar 0,021 m3/s, stasiun 3 sebesar 0,00899 m3/s dengan rerata 0,010054667 ± 0,010453741. Pada saat menggunakan 90 90° Triangular nocth weir didapatkan hasil debit saluran 1  stasiun 1 sebesar 0,0003 m3/s , stasiun 2 sebesar 0,00094 m3/s, stasiun 3 sebesar 0,000813 dengan rerata 0,000648333±0,000338846. Pada saluran 2 stasiun 1 didapatkan debit air sebesar 0,004 m3/s, stasiun 2 sebesar 0,000952 m3/s, stasiun 3 sebesar 0,001885 m3/s dengan rerata 0,002279±0,001561731. Sedangkan saat menggunakan rectangular weir didapatkan debit air pada saluran 1 stasiun 1 sebesar 0,00413 m3/s, stasiun 2 sebesar 0,00427 m3/s , stasiun 3 sebesar 0,004112 m3/s  dengan rerata sebesar 0,004170667±0,0000864947. Pada saluran 2 stasiun 1 didapatkan hasil debit aire sebesar 0,000183 m3/s, stasiun 2 sebesar 0,0036, stasiun 3 sebesar 0,00924 m3/s dengan rerata 0,004341±0,004573743 m3/s. Untuk standar deviasi dengan Embody’s Float stasiun 1 sebesar 0,001014693 m3/s stasiun 2 sebesar 0,010453741 m3/s, dan 90o Triangular Nontch Weir Method.  stasiun 1 sebesar 0,000338846 m3/s, stasiun 2 sebesar 0,001561731 m3/s. Sedangkan dengan dengan Rectangular  Weir Method didapatkan hasil pada stasiun 1 sebesar 0,0000864947 m3/s dan stasiun 2 sebesar 0,004573743 m3/s.
Dari hasil tersebut metode yang sesuai untuk menghitung debit air pada saluran I dan 2 ialah metode 90o Triangular Nontch Weir. Sebab nilai SD saluran 1 dan 2 yang terendah adalah dengan metode 90o Triangular Nontch Weir. Saluran 1 dan 2 memiliki bentuk lurus dan sedikit percabangan, bagian tepi dan dasar yang rata, ukuran lebar selokan yang kecil, sehingga mudah untuk dibendung. Rumus perhitungan pada metode ini juga menghasilkan keakuratan yang tinggi. Manfaat pengetahuan mengenai debit perairan ialah seperti untuk mengetahui volume air yang masuk, keluar di kolam, untuk sirkulasi air, serta menambah ketersediaan oksigen, menentukan lokasi yang sesuai untuk pembangunan waduk, menentukan jenis ikan yang akan dibudidaya dan membantu memperkirakan lama waktu pengisian kolam

Dalam menganalisis debit, metode lain yang  dapat digunakan adalah metode HSS Gama I, HSS Limantara, dan Analisis Frekuensi Debit. Perhitungan juga dilakukan dengan beberapa empiris yaitu Metode Rasional, Metode Melchior, Metode  Weduwen, dan Metode Haspers (Mananoma et.al, 2014). Metode lain yang dapat digunakan yaitu Metode Mock dikembangkan oleh Dr.F.J.Mock. Metode Mock untuk memperkirakan besarnya debit suatu daerah aliran sungai berdasarkan konsep waterbalance. Air hujan yang jatuh (presipitasi) akan mengalami evapotranspirasi sesuai dengan vegetasi yang menutupi daerah tangkapan hujan. Evapotranspirasi pada Metode Mock adalah evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh jenis vegetasi, permukaan tanah dan jumlah hari hujan. Model NRECA dikembangkan oleh “NORMAN CRAN FORD” untuk data debit harian, bulanan yang merupakan model limpasan yang relatif sederhana, dimana jumlah parameter model hanya 3 atau 4 parameter. Cara perhitungan dengan metode NRECA ini, juga sesuai untuk daerah cekungan yang setelah hujan berhenti, masih ada aliran di sungai selama beberapa hari (Jasin, 2012). Pengukuran debit air memiliki banyak manfaat dalam bidang perikanan khususnya budidaya perikanan. Debit air  dapat digunakan dalam pendistribusian dalam kolam atau tambak. Debit air dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan air untuk irigasi. Debit air dapat digunakan untuk budidaya ikan, karena dapat digunakan untuk mengatur besar kecilnya air yang masuk ke kolam.
KESIMPULAN
Dalam mengukur debit air ada tiga methode yaitu metode Embody’s Float, Rectangular  Weir Method dan 90o Triangular Nontch Weir Method. Rumus untuk menghitung embody’s float methode yaitu R= dimana R merupakan debit air (m3/s); W merupakan rata-rata lebar muka air (m); D merupakan rata-rata kedalaman (m); A merupakan konstanta; L merupakan jarak yang ditempuh bola pingpong (m); dan T merupakan waktu yang dibutuhkan bolah pingpong menempuh jarak yang ditentukan. Rumus 90 triangular notch weir dan rectangular weir  yaitu Q = 2,54 x  H5/2, dengan Q merupakan debit air (m3/s) dan H merupakan tinggi weir (m). Rumus Rectangular  Weir Method rumus Q = 3,33 x H3/2 (L - 0,2H), dengan Q merupakan debit air (m3/s); H merupakan tinggi weir (m); dan L merupakan lebar weir. standar deviasi dengan Embody’s Float, stasiun 1 sebesar 0,001014693 m3/s stasiun 2 sebesar 0,010453741 m3/s, dengan methode 90 triangular nontch weir stasiun 1 sebesar 0,000338846 m3/s, stasiun 2 sebesar 0,001561731 m3/s. Sedangkan dengan methode rectangular weir didapatkan hasil pada stasiun 1 sebesar 0,0000864947 m3/s dan stasiun 2 sebesar 0,004573743 m3/s.  Berdasarkan nilai SD terendah metode yang paling sesuai untuk saluran 1 dab 2 kolam perikanan UGM yaitu metode 90o Triangular Nontch Weir.

DAFTAR PUSTAKA
Cholik. 1991. Jurnal Penelitian Perikanan. Pusat Penelitian Perikanan. Dirjen Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Hadiwigeno, 1990. Petunjuk Praktis Pengelolaan Perairan Umum bagi Pembangunan Perikanan. Departemen Perikanan, Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian, Jakarta
Jastin, M.I. A. Binilang, J.D Mamoto. 2012. Analisis Debit Sungai Munte Dengan Metode Mock Dan Metode Nreca Untuk Kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Air. Jurnal sipil statik. 1(1). 34-38
Manonama, Tiny. Eveline Wuisan, dan Hanny Tangkudung. 2014. Analisis debit banjir sungai ranoyapo menggunakan metode hss gama-I dan Hss limantara. Jurnal sipil statik. 2(1). 1-12
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. UGM press. Yogyakarta
Sastrodarsono, Takasaki. 1995. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT Pradnoyo Paramitha. Jakarta.
Sitohang, C. 2006. Limnology. Riau University Press. Riau.
Soebarkah, I. 1978. Hidrologi untuk Perencenaan Bangunan Air. Idea Dharma. Bandung.
Sosrodarsono. 1985. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta.

morfometri perairan lentik



MORFOMETRI PERAIRAN LENTIK
VIKA TARI RAMADHANTY
16/394254/PN/14493
BUDIDAYA PERIKANAN

Abstrak
Tujuan  praktikum morfometri perairan lentik yaitu untuk mengetahui keadaan morfometri (bentuk dan ukuran) dan keadaan perairan danau/waduk pada setiap level tingkat genangan. Praktikum ekosistem morfometri perairan lentik dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan A Departemen Perikanan Universitas Gadjah Mada pada tanggal 14 September 2017 pukul 13.30  WIB sampai selesai. Prinsip kerjadari praktikum  ini yaitu dengan cara duplikasi peta bathimetri pada kertas kalkir dengan pengambilan sampel 1x1 cm sebagai pembanding dengan gambar peta waduk sermo pada empat level yaitu 110 m, 120 m, 130 m dan 137 m. Pada tahun 1996, 2000, dan 2005. Bentuk Waduk Sermo yaitu memiliki tepi yang berkelok-kelok tidak beraturan dan menjauhi dari bentuk elips atau bulat karena memiliki nilai Sd yang lebih dari 2. Kondisi waduk sermo pada setiap level dan tahun 1996 sampai 2005 mengalami perubahan luas, keliling, berat serta
shore development. Nilai shore development (sd) Waduk Sermo pada tahun 1996 pada level 110 meter sebesar 1.897, level 120 meter sebesar 1.975, level 130 meter sebesar 3.217, level 137 meter sebesar 3.462; pada tahun 2000 level 110 meter sebesar 2.275, level 120 meter sebesar 2.270, level 130 meter sebesar 3.019, level 137 meter sebesar 3.964; pada tahun 2005 level 110 meter sebesar 2.7, level 120 meter sebesar 3.210, level 130 meter sebesar 3.579, dan level 137 meter sebesar 3.782. Dapat disimpulkan bahwa nilai shore development (sd) berpengaruh terhadap tingkat kesuburan perairan. Maka pada tahun 2000 level 137 merupakan daerah paling subur.
Kata kunci: lentik, level, morfometri, topografi, waduk
Pendahuluan
Untuk pengembangan perikanan maka perlu dilakukan morfometri perairan lentik. Apabila morfometri sudah diketahui maka morfometripun akan mudah diidentifikasi sehingga kita bisa menentukan fungsi yang tepat dari perairan lentik. Limnologi sangat penting dilakukan, menurut penentuan posisi dalam suatu perairan (danau atau waduk) sangat penting dilakukan karena danau atau waduk adalah bagian air yang sangat luas, sulit untuk menemukan kembali titik yang telah ditentukan dan dinamika tersebut. Penentuan posisi ini juga untuk menemukan kembali titik/area yang telah ditentukan(titik sampling titik kedalam habitat) dan memudahkan pengeplotan titik/area ke dalam peta untuk kepentingan analisis ke ruangan.

Limnologi merupakan cabang ilmu perairan umum yang berhubungan dengan seluruh faktor yang mempengaruhi populasi yang hidup di perairan tersebut (Wetzel, 1975). Morfometri adalah cabang ilmu limnology yang berhubungan dengan pengukuran ciri-ciri morfologi dari dasar perairan termasuk masa atau volume air. Morfologi juga dapat diartikan sebagai nilai kualitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai(DAS) atau danau (Welch, 1952). Parameter morfometri terdiri dari panjang, lebar, kedaleman, luas area, volume keliling garis pantai dan share development  (Cole, 1983). Peta merupakan sarana untuk memperoleh data ilmiah yang terdapat diatas permukaan bumi dengan cara menggambarkan berbagai tanda-tanda keterangan sehingga dapat mudah dibaca. Peta suatu perairan danau/waduk yang menyerupai peta topografi umumnya disebut juga peta hidrografi. Umumnya peta hidrografi dibuat dengan skala tertentu dan juga gambar kontur kedalamannya. Gambar peta dari suatu perairan dapat memberikan informasi-informasi penting mengenai kondisi perairan tersebut sekitar (Welch, 1952).

Perairan air tawar umumnya dibagi menjadi 2, yaitu perairan lotik dan perairan lentik. Perairan air tawar lotik merupakan perairan yang berarus, contohnya sungai. Sedangkan perairan lentik memiliki cirri-ciri yang tidak berarus,meskipun ada tetapi dalam skala kecil, contohnya waduk, danau  Danau merupakan perairan dalam dengan tepian yang curam dan terdapat tumbuhn air dibagian tepi danau. Waduk dapat diartikan sebagai cekungan yang besar dipermukaan bumi yang digenangi oleh air, biasanya air tawar dan dikelilingi oleh daratan. Waduk sermo merupakan waduk pertama dan satu-satunya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis limnologi suatu danau atau waduk memerlukan data-data yang detail mengenai analisa kedalaman, pengukuran luas atau permukaan seimen dasar, strata dan ciri-ciri garis pantai sering menjadi hal yang sangat penting dalam menganalisa sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi suatu perairan tawar. Sehingga diperlukan pengamatan dan perhitungan mengenai morfometri dalam suatu perairan lentik (Wetzel,1975).

Menurut Hakanson (1981), morfometri perairan lentik berhubungan dengan kuantifikasi dan pengukuran bentuk-bentuk danau dan elemen-elemen pembentuknya. Data morfometri merupakan kebutuhan dasar di hampir semua proses limnologi dan hidrologi. Sampai saat ini semua parameter morfometri yang tergantung skala (scale dependent morphometri parameter) seperti panjang garis pantai dan perkembangan garis pantai perairan lentik, masih memiliki relevansi kuantitatif yang terbatas karena parameternya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas. Perencanaan pengembangan daerah perairan untuk kegiatan perikanan dan atau lainnya dapat ditunjang dengan data-data dari morfologi atau morfometri (Dahuri, 2002). Tujuan dilakukannya praktikum morfometri perairan lentik yaitu untuk mengetahui keadaan morfometri (bentuk dan ukuran) dan keadaan perairan danau/waduk pada setiap level tingkat genangan.

Metode
Praktikum morfometri perairan lentik ini dilakukan pada hari Kamis, 14 September 2017 pukul 13.30 WIB sampai selesai bertempat di laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan A, Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Pada praktikum morfometri perairan lentik ini digunakan alat-alat seperti penggaris , alat tulis, gunting, benang jahit, jarum pentul, gabus ukuran 30 x 30 cm, kalkulator dan timbangan analitik. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kertas kalkir dan peta bathimetri Waduk Sermo skala 1:15.000. Metode yang digunakan yaitu dengan menggambar (menduplikasi) peta bathimetri pada kertas kalkir , kemudian diambil sampel 1 x 1 cm dan dihitung berat luas, volume, keliling, dan shore development dari kertaskalkir yang sudah diduplikasi tadi. Rumus luas yang digunakan yaitu  dengan W1 adalah berat peta (gram), W2 merupakan berat sampel (gram), L1 adalah luas peta (km2), dan L2 adalah luas sampel (km2). Untuk menghitung keliling peta digunakan rumus SL(km) =panjang benang(cm) ×  dengan SL merupakan scala litcher atau jarak sesungguhnya, panjang benang merupakan panjang yang digunakan untuk mengukur keliling pada peta. Untuk menghitung volume digunakan rumus V=  dengan V merupakan volume (km3), h merupakan kedalaman vertikal (m), a1 adalah luas permukaan lebih atas (m2), dan a2 merupakan luas area pada tingkat permukaan tertentu yg lebih rendah (km2). Kemudian untuk menghitung shore development digunakan rumus;  dengan Sd merupakan shore development, SL adalah keliling peta (km), dan A merupakan luas  peta (km2).











HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Tabel 1. : Table Hasil Pengamatan Morfometri Perairan Lentik Waduk Sermo skala 1:15.000
tahun
level
berat sampel
berat peta
luas 
Volume
keliling
Sd
(m)
 (g)
 (g)
(km)
(km3)
(km)
1996
110
0,01
0,12
0,27
0,004
3,495
1,897

120
0,01
0,28
0,63
0,004
5,55
1,975

130
0,01
0,55
1,24
0,018
12,675
3,217

137
0,01
0,72
1,62
0,039
19,875
3,462
2000
110
0,01
0,1
0,225
0,225
3,825
2,275

120
0,01
0,21
0,473
0,003
5,535
2,270

130
0,01
0,39
0,878
0,013
10,05
3,019

137
0,01
0,68
1,53
0,032
17,377
3,964
2005
110
0,01
0,05
0,112
0,112
3,21
2,7

120
0,01
0,16
0,36
0,002
6,825
3,210

130
0,01
0,38
0,855
0,01
11,73
3,579

137
0,01
0,75
1,6875
0,034
17,4
3,782

Morfometri adalah cabang ilmu limnologi yang berhubungan dengan pengukuran ciri-ciri morfologi dari dasar perairan termasuk masa atau volume air.  Menurut Hakanson (1981), morfometri perairan lentik berhubungan dengan kuantifikasi dan pengukuran bentuk-bentuk danau dan elemen-elemen pembentuknya. Data morfometri merupakan kebutuhan dasar dalam hampir semua proses limnology dan hidrologi. Sampai saat ini semua parameter morfometri yang tergantung skala (scale dependent morphometri parameter) seperti panjang garis pantai dan perkembangan garis pantai perairan lentik, masih memiliki relevansi kuantitatif yang terbatas karena parameternya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas. Dahuri (2002) menjelaskan bahwa perencanaan pengembangan daerah perairan untuk kegiatan perikanan dan atau lainnya dapat ditunjang dengan data-data dari morfologi atau morfometri.

Berdasarkan pengamatan dan perhitungan, hasil yang didapat dari praktikum  pada tahun 1996 ke tahun 2000 hingga tahun 2005 memiiki nilai yang berbeda-beda  tiap level, berat peta, luas peta, volume, dan keliling. Pada tahun 1996 level 110 berat peta 0,12 gram, dengan luas peta 0.27 km2, volume 0.004km3 dan keliling 3.495 km. Tahun 1996 level 120 memiliki berat peta 0,28 gram, luas peta 0.63 km2, volume 0,004 km3, dan keliling 5.55 km. Pada level 130, berat peta adalah 0.55 gram, luas peta 1.24 km2, volume 0.018 km3, dan keliling 12.675 km.  Pada level 137 berat peta 0.72 gram, luas peta 1.62 km2, volume 0.039 km3, dan keliling 19.875 km. Pada tahun 2000 setiap level memiliki nilai yang berbeda-beda. Pada level 110 berat peta 0.1 gram, luas peta 0.225 km2, volume 0.225 km3 dan keliling 3.825 km. Pada level 120 berat peta 0,20 gram, luas peta 0.473 km2, volume 0.003 km3, dan keliling 5.535 km. Level 130 berat peta 0.39 gram, luas peta 0.878 km2, volume 0,013 km3, dan  keliling 10.05 km. Sedangkan pada level 137, berat peta 0,68 gram, luas peta 1.53 km2, volume 0.032 km3, keliling 17.377 km. Pada tahun 2005 besar berat peta, luas peta, volume, dan keliling memiliki nilai yang berbeda-beda juga setiap levelnya. Pada level 110 berat peta 0.01 gram, luas peta 0.112 km2, volume 0.112 km3 dan keliling 3.21 km. Level 120 berat peta 0.16 gram, luas peta 0.36 km2, volume 0.002 km3, dan keliling 6.825 km. Pada level 130 berat peta 0.38 gram, luas peta 0.885 km2, volume 0.01 km3, dan keliling 11.73 km.  Pada level 137 berat peta 0.75 gram, luas peta 1.6875 km2, volume 0.034 km3, dan keliling 17.4 km. penurunan jumlah luas dan volume pada waduk Sermo disebabkan oleh sedimentasi, bahan organik, tanah, dan bahan non organik yang mengendap dan atau terkubur ke dasar perairan sehingga dapat menyebabkan pendangkalan. Jadi semakin rendah luas dan volume waduk semakin tinggi tingkat sedimentasi yang terjadi. Hubungannya saling bertolak-belakang.

Salah satu parameter yang diukur dalam praktikum kali ini adalah shore development (Sd) Shore development yaitu indeks besarnya atau jauhnya penyimpanan bentuk perairan dari bentuk lingkar. Apabila nilai Sd semakin besar menunjukkan tingkat  kesuburan suatu perairan semakin tinggi. Semakin besar nilai shore development semakin subur daerah tersebut.  Jika shore development mendekati satu(atau sama dengan satu), maka danau tersebut berbentuk lingkaran. Nilai shore development anatara 1-2, danau tersebut berbentuk subsircular atau elipsdan jika shore development lebih besar dari dua, danau tersebut berbentuk tidak beraturan (Hakanson, 1981). Manfaat dari shore development sendiri yaitu kita dapat mengetahui topografi dari suatu waduk apakah waduk tersebut beraturan atau tidak. Manfaat yang lain yaitu dapat mengetahui tanah yang subur dan yang kurang subur agar bisa dimanfaatkan.

Nilai Sd Waduk Sermo pada level 110 m tahun 1996 kurang dari 2 sehingga bentuknya masih elips. Namun pada tahun yang sama pada level yang berbeda, nilai Sd Waduk Sermo lebih dari dua, hal ini menunjukkan bentuk waduk yang memiliki tepi berkelok-kelok atau menjauhi bentuk elips.  Dan untuk nilai Sd pada tahun 2000 dan 2005 untuk semua level memiliki nilai lebih dari 2 yang menunjukkan bahwa tepinya berkelok-kelok tidak beraturan menjauhi bentuk ellips, kecuali pada tahun 2005 dengan level 110 m yang memiliki nilai Sd kurang dari 2 menunjukkan bentuk danaunya elips (Barus,2004).

Perubahan morfometri danau dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu curah hujan, sedimentasi, dan jumlah organisme. Curah hujan yang semakin tinggi akan menaikkan volume danau dan sebaliknya apabila curah hujan rendah maka dapat menurunkan volume danau atau waduk. Faktor selanjutnya adalah sedimentasi. Sedimentasi adalah pengendapan sisan bahan organik yang berada di dasar perairan dan sudah mengalami proses pengerasan atau pemadatan. Sedimentasi yang terus bertambah akan mengakibatkan penurunan luas dan volume waduk. Jumlah organisme berupa plankton dapat mempengaruhi morfometri sebab organisme tersebut ketika mati akan mengendap di dasar perairan (Welch, 1948).

Manfaat dari praktikum morfometri perairan lentik dalam bidang perikanan yaitu kita dapat mengetahui daerah yang subur maupun kurang subur, sehingga kita dapat menentukan daerah yang cocok untuk dijdikan usaha. Misalnya dalam pembuatan tambak dan dapat digunakan untuk menganalisa kualitas air kolam apakah kolam tersebut tercemar atau tidak.

KESIMPULAN
Bentuk Waduk Sermo yaitu memiliki tepi yang berkelok-kelok tidak beraturan dan menjauhi dari bentuk elips atau bulat karena memiliki nilai Sd yang lebih dari 2. Kondisi waduk sermo pada setiap level dan tahun 1996 sampai 2005 mengalami perubahan luas, keliling, berat serta
shore development. Nilai shore development (sd) Waduk Sermo pada tahun 1996 pada level 110 meter sebesar 1.897, level 120 meter sebesar 1.975, level 130 meter sebesar 3.217, level 137 meter sebesar 3.462; pada tahun 2000 level 110 meter sebesar 2.275, level 120 meter sebesar 2.270, level 130 meter sebesar 3.019, level 137 meter sebesar 3.964; pada tahun 2005 level 110 meter sebesar 2.7, level 120 meter sebesar 3.210, level 130 meter sebesar 3.579, dan level 137 meter sebesar 3.782. Dapat disimpulkan bahwa nilai shore development (sd) berpengaruh terhadap tingkat kesuburan perairan. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000 level 137 merupakan daerah paling subur.




DAFTAR PUSTAKA
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Universitas Sumatra
Utara Press. Medan
Cole, G. 1993. Buku Teks Limnologi (Alih Bahasa Fatimah. MD.Yusuff dan Syamsiah M.D. Said). Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpu
Dahuri, R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan.
LISPI.Jakarta.
Hakanson, L. 1981. A Manual of Lake Morphometry. Springer-Verlag. Berlin.
Welch, P. S. 1948. Lymnological Method. McGraw-Hill Book Company Inc. New York.
Welch, P. S. 1952. Lymnological Method. McGraw-Hill Book Company Inc. New York.
Wetzel.1975. Limnology. Third Edition. Sounders Colage. Philadelphia.