vica

Cartoon Toad Jumping Up and Down

Senin, 06 November 2017

Produktivitas Primer



PRODUKTIVITAS PRIMER
Vika Tari Ramadhanty
16/39423/PN/14477
BUDIDAYA PERIKANAN
Abstrak
Praktikum produktivitas primer pada perairan bertujuan untuk memperlajari cara pengukuran produktivitas primer perairan dengan menggunakan metoda botol terang dan botol gelap dan mengetahui produktivitas primer suatu perairan. Produktivitas primer merupakan bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof dengan bantuan cahaya matahari dengan melalui proses fotosintesis. Praktikum dilaksanakan di dua lokasi yaitu kolam Jurusan Perikanan UGM dan danau lembah UGM pada hari Minggu tanggal 17 September 2017 pukul 06.00 WIB hingga 18.00 WIB. Metode yang digunakan dalam praktikum produktivitas primer adalah metode botol terang dan botol gelap. Prinsip kerja yang dilakukan pertama  adalah setiap botol di isi air permukaan dari perairan yang ditetapkan produktivitas primernya. Pengisian dilakukan pada waktu matahari belum cukup intensif bersinar (sekitar pukul 06.00 WIB). Pengukuran kadar O2 terlarut dilakukan pada waktu siang hari sekitar pukul 12.00 WIB dan sore hari pukul 18.00 wib. Berdasarkan hasil pengamatan maka Kolam Perikanan UGM memiliki produktivitas primer yang lebih baik dibandingkan dengan Danau Lembah UGM.
Kata Kunci: densitas, diversitas, fitoplankton, produktivitas primer
Pengantar
Kolam atau danau memiliki banyak sekali manfaat bagi manusia, misalnya untuk aktifitas sehari-hari yaitu untuk konsumsi air minum serta untuk kebutuhan lainnya. Danau atau kolam juga berfungsi sebagai tempat hidup untuk organisme yang hidup diperairan. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai bahan cadangan air yang digunakan sebagai parameter kedalaman sumur penduduk sehingga bila air danau debitnya sangat kecil maka dapat dipastikan kedalaman sumur penduduknya akan semakin dalam. Sedangkan kolam berfungsi sebagai tempat budidaya ikan atau sejenisnya yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk ekonomis. Budidaya ikan pada kolam atau danau tidak terlepas dari pengaruh kesuburan pada kolam atau danau tersebut jika ingin berhasil. Kesuburan atau produktivitas primer pada kolam atau danau meliputi plankton, DO, CO2, dan lain-lain. Semua kehidupan secara langsung maupun tidak langsung akan bergantung terhadap produktivitas primer.

Produktivitas primer adalah hasil produksi bahan-bahan organik dengan memanfaatkan karbondioksida dari atmosfer maupun air dalam perairan melalui proses fotosintesis dan sebagian kecil melalui kemosintesis. Organisme yang bertanggung jawab atas keberlangsungan fotosintesis yaitu autotrof, bagian terpenting dari rantai makanan(Sukresno dan Suniada, 2008). Dalam konsep produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih. Produktivitas primer kotor adalah laju produksi primer zat organik dalam jaringan tumbuhan , termasuk yang digunakan dalam respirasi sedangkan produktivitas bersih adalah laju produksi primer zat organik setelah digunakan untuk respirasi (Nybakken, 1988). Produktivitas primer merupakan laju penyimpanan energi radiasi matahari oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik melalui proses fotosintesis oleh fitoplankton. Dalam tropik level suatu perairan fitoplankton merupakan produsen utama perairan (Odum, 1996). Produktivitas primer sering diasumsikan sebagai jumlah karbon yang terdapat dalam material hidup. Tinggi rendahnya produktivitas primer dapat diketahui dengan melakukan pengukuran biomassa plankton (fitoplankton) dan klorofil-a (Baksir,1999). Produktivitas suatu perairan ditentukan oleh beberapa faktor meliputi cahaya, nutrien, suhu, jenis fitoplankton. Ketersediaan cahaya secara kuantitatif dan kualitatif tergantung pada waktu (harian, musiman, tahunan), letak geografis, kedalaman, awan, inklinasi matahari, material terlarut dalam air, partikel tersuspensi dalam air. Intensitas cahaya memengaruhi tinggi rendahnya aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton. Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer pada perairan adalah suhu air, derajat keasaman air(pH), penetrasi cahaya matahari, kandungan oksgen terlarut, dan ntrien (Wibisono, 2005).


Adapun tujuan dari praktikum limnologi mengenai produktivitas primer suatu perairan ialah untuk memperlajari cara pengukuran produktivitas primer perairan dengan menggunakan metoda botol terang dan botol gelap dan mengetahui produktivitas primer suatu perairan.

Metode
Praktikum produktivitas primer dilakukan di dua tempat yaitu kolam perikanan dan danau lembah UGM yang dilaksanakan pada tanggal 17 September 2017. Metode yang digunakan dalam praktikum produktivitas primer adalah metode botol terang dan botol gelap. Prinsip kerja yang dilakukan pertama  adalah setiap botol di isi air permukaan dari perairan yang ditetapkan produktivitas primernya. Pengisian dilakukan pada waktu matahari belum cukup intensif bersinar (sekitar pukul 06.00 WIB). Pengukuran kadar O2 terlarut dilakukan pada waktu siang hari sekitar pukul 12.00 WIB dan sore hari pukul 18.00 WIB.
Adapun alat dan bahan yang digunakan ialah botol terang, botol gelap, plastik, tali, ember, plankton net, sedgwick rafter, mikroskop, reagen oksigen, MnSO4, larutan H2SO4 pekat, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, 1/80 N Na2S2O3, indikator amilum
Rumus yang digunakan dalam praktikum ini adalah pada produktivitas primer kotor yaitu,  dengan LB= kandungan oksigen terlarut akhir dalam botol terang; DB = kandunagn oksigen terlarut akhir dalam botol gelap; 1,2 ialah angka pembagi Untuk proses fotosintesis; 1,375 merupakan faktor koreksi dari pembentukan oksigen ke karbon dioksida yang digunakan; dan t merupakan waktu inkubasi.
Hasil dan Pembahasan
Produktivitas primer adalah hasil produksi bahan-bahan organik dengan memanfaatkan karbondioksida dari atmosfer maupun air dalam perairan melalui proses fotosintesis dan sebagian kecil melalui kemosintesis. Organisme yang bertanggung jawab atas keberlangsungan fotosintesis yaitu autotrof, bagian terpenting dari rantai makanan(Sukresno dan Suniada, 2008). Dalam konsep produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih. Produktivitas primer kotor adalah laju produksi primer zat organik dalam jaringan tumbuhan, termasuk yang digunakan dalam respirasi sedangkan produktivitas bersih adalah laju produksi primer zat organik setelah digunakan untuk respirasi (Nybakken, 1988). Produktivitas primer merupakan laju penyimpanan energi radiasi matahari oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik melalui proses fotosintesis oleh fitoplankton. Dalam tropik level suatu perairan fitoplankton merupakan produsen utama perairan (Odum, 1996). Produktivitas primer sering diasumsikan sebagai jumlah karbon yang terdapat dalam material hidup. Tinggi rendahnya produktivitas primer dapat diketahui dengan melakukan pengukuran biomassa plankton (fitoplankton) dan klorofil-a (Baksir,1999). Produktivitas suatu perairan ditentukan oleh beberapa faktor meliputi cahaya, nutrien, suhu, jenis fitoplankton. Ketersediaan cahay secara kuantitatif dan kualitatif tergantung pada waktu (harian, musiman, tahunan), letak geografis, kedalaman, awan, inklinasi matahari, material terlarut dalam air, partikel tersuspensi dalam air. Intensitas cahaya mempengaruhi tinggi rendahnya aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi produktivitas primer antara lain yaitu:
Faktor fisika
a.   Suhu, Suhu secara langsung mempengaruhi proses kehidupan organisme, seperti terganggunya pertumbuhan dan reproduksi sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi daya larut oksigen (Huet, 1971 dalam Alfan, 1995). Sastrawidjaya (1991) menambahkan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen. Populasi thermal pada organisme air terjadi pada suhu tinggi yang menyebabkan suhu bahan organisme naik dan menaikkan kebutuhan oksigen yang biasanya meningkat akibat keracunan bahan pencemar kimia ke dalam air.
b.   Kecerahan, Kecerahan menurut Raharja (1997) adalah ukuran transparansi perairan yang dapat diamati secara visual dengan menggunakan alat bantu yang disebut secchi disc maka perairan yang kecerahannya baik akan memberi pengaruh yang baik pula terhadap daya tembus sinar matahari di perairan tersebut yang berguna bagi proses fotosintesis. Kedalaman suatu perairan merupakan salah faktor yang membatasi kecerahan suatu perairan. Kecerahan juga sangat ditentukan oleh intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air. Penetrasi cahaya sering dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, sering laut menjadi faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh fitoplankton, ukuran kekeruhan ini merupakan indikasi produktifitas (Odum, 1993). Tingkat kecerahan adalah suatu angka yang menunjukkan jarak penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air yang masih bisa dilihat oleh mata kita yang berada di atas permukaan air. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerahan dikenal dengan nama secchi disc. Alat ini berbentuk bundar datar dengan garis tengah 20 cm yang dihubungkan dengan seutas tali. Pada tali tersebut dibuat simpul setiap jarak setengah meter atau setiap jarak 1 meter. Sedangkan pada permukaan plat dicat hitam putih untuk mempermudah observasi. Selanjutnya untuk mengukur tingkat kecerahan perairan, secchi disc ditenggelamkan ke dalam kolom air sambil menghitung simpul-simpul pada tali yang terentang sehingga mendapat angka dalam satuan meter (Wibisono, 2005).
Faktor kimia
a.   Nitrat
Pemeriksaan kandungan nitrat sebagai kandungan hara perlu dilakukan karena parameter tersebut termasuk parameter yang menentukan tingkat kesuburan perairan. Bila kadarnya terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan menjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin (Wibisono, 2005). Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan akan tetapi pada konsentrasi tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang. Nitrat merupakan salah satu senyawa penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas sehingga air akan mengalami kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian organisme air (Alaerts dan Santika, 1984). Kadar nitrat yang optimum bagi pertumbuhan plankton adalah 0,9-3,5 mg/liter dan kandungan nitrat yang kurang dari 0,114 mg/liter dan lebih besar dari 4,5 mg/liter akan menjadi faktor pembatas (Wardoyo, 1978).
b.   Phosphat, Phospat merupakan unsur esensial perairan yang terdapat dalam bentuk senyawa phospat organik dan anorganik. Ortophospat (PO4) adalah contoh senyawa phospat anorganik sedangkan senyawa phospat organik terdapat dalam tubuh organisme (Wardoyo, 1978) Phospat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme dan merupakan faktor yang menentukan produktifitas badan air. Phospat berada dalam sedimen dan lumpur air bersama kehidupan biologis yang berada di atas air. Phospat dapat dijadikan sebagai parameter untuk mendeteksi pencemaran air (Michael, 1994).  Kadar phospat yang optimum bagi pertumbuhan plankton adalah 0,09-1,80 mg/liter damn merupakan faktor pembatas apabila nilainya dibawah 0,02 mg/liter (Mackentum, 1975 dalam Haryani, 1989).
c.   DO, Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah jumlah oksigen yang ada dalam kolom air. Dalam lingkungan perairan level oksigen terlarut dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, dan ketinggian. Oksigen terlarut (DO) sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi (Afrianti, 2000). Sumber utama oksigen terlarut dalam air menurut Basyarie (1995) adalah difusi udara dan dari hasil fotosintesis biota berklorofil yang hidup di perairan. Suhu perairan yang tinggi, aktifitas metabolisme perairan akan semakin meningkat dimana pada kondisi tersebut kadar oksigen yang dikonsumsi semakin bertambah dan kelarutan oksigen dalam air menurun dengan bertambahnya suhu air, dan sebaliknya pada suhu perairan rendah, laju metabolisme dan kadar oksigen yang dikonsumsi juga rendah. Fardiaz (1992) mengemukakan, oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air, kehidupan makhluk hidup dalam air tersebut tergantung pada kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen, minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan. Kandungan oksigen di dalam air untuk dapat mendukung kehidupan organisme air menurut Afrianto dan Liviawati (1994) berkisar antara 4-8 mg/liter. Parameter kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut (DO) menurut (Schmitz, 1971 dalam Alfan, 1995).
d.   Ph, Derajat Keasaman (pH). Unsur hidrogen adalah kunci untuk menentukan sifat asam atau basa suatu larutan dimana ion hidrogen (H+) menunjukkan kondisi asam dan ion hidroksida (OH-) menunjukkan kondisi basa (Nybakken, 1992). Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi, makin lama pH air akan makin menurun menuju keadaan asam. Hal ini disebabkan pertambahan bahan-bahan organik yang kemudian membebaskan CO2 saat proses penguraian (Sastrawijaya, 1991). Nilai pH air normal umumnya antara 6 sampai 8. sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, juga berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah allaut (pH naik) maupun ke arah air asam pH turun), sangat mengganggu kehidupan organisme akuatik di sekitarnya (Fardiaz, 1992). Pada dasarnya jenis ikan air tawar menurut Lesmana (2005) memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap pH. Ikan dewasa akan lebih baik toleransinya terhadap pH disbanding ikan berukuran kecil, larva ataupun telur. Sedangkan toleransi yang umum dari ikan air tawar terhadap pH pada kisaran 6,5-7,5.
e.   Salinitas, Salinitas menggambarkan kadar garam-garam yang terlarut dalam air.  Salinitas dapat berbedabeda tergantung evaporasi dan transparansi, perbedaan salinitas akan mempengaruhi densitas air, tekanan osmosis didalamnya dan kelarutan gas dalam air. Salinitas air laut umunya tinggi (35.000 mg/1), sedangkan salinitas air payau dapat lebih rendah dari air laut cukup air tawar dan dapat jauh lebih tinggi karena proses penguapan
Faktor Biologi
a.   Plankton, Nontji (2005) menyatakan, plankton adalah organisme renik yang umumnya melayang-layang dalam air atau kemampuan renangnya lemah sehingga pergerakannya sangat tergantung dari pergerakan air. Plankton dapat berupa tumbuhan (fitoplankton) maupun hewan (zooplankton). Plankton yang hidup di air tawar terdiri dari lima kelompok besar yaitu Cyanophyta (alga biru), Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta (alga kuning), Pyrophyta dan euglenophyta. Dari setiap jenis plankton yang ada tersebut, mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap kondisi perairan khususnya unsur hara, sehingga komposisi jenis fitoplankton bervariasi dari satu tempat ke tempat lain (Whitten, 1995). Kelimpahan plankton secara terus-menerus berubah pada berbagai tingkatan (skala) sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan, baik yang ada di suatu perairan mempunyai penyebaran dan aktivitas yang berbeda. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor fisik dan kimiawi perairan (Effendi, 2000).

Metode yang digunakan dalam praktikum produktivitas primer adalah metode botol terang dan botol gelap. Prinsip kerja yang dilakukan pertama  adalah setiap botol di isi air permukaan dari perairan yang ditetapkan produktivitas primernya. Pengisian dilakukan pada waktu matahari belum cukup intensif bersinar (sekitar pukul 06.00 WIB). Pengukuran kadar O2 terlarut dilakukan pada waktu siang hari sekitar pukul 12.00 WIB dan sore hari pukul 18.00 WIB.
Tabel 1. Produktivitas Primer Kolam Perikanan UGM


12:00
18:00
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
30 cm
50 cm
30 cm
50 cm
30 cm
50 cm
30 cm
50 cm
83.333
20.833
0
0
51.208
46.875
0
9.2

Gambar grafik 1. Produktivitas kolam vs waktu pada kedalaman 30 cm
Nilai produktivitas primer yang berada di kolam perikanan UGM dengan kedalaman 30 cm pada bagian inlet terbesar pada pukul 12.00 WIB sebesar 83.333 mgC/m³/jam dan terendah pada pukul 18.00 WIB yaitu sebesar 51.208 mgC/m3/jam. Terjadi penurunan nilai produktivitas primer dari siang menuju sore, lain halnya yang terjadi pada bagian outlet pada kedalaman 30 cm yang tidak menghasilkan nilai produksi primer. Nilai produktivitas primer pada bagian inlet di siang hari, yaitu pukul 12.00 WIB. Selalu lebih besar dibanding pukul 18.00 WIB. Hal ini dikarenakan pada siang hari cahaya matahari yang terpancarkan sangat maksimal sehingga mampu menghasilkan produksi bahan organik secara maksimal, begitu pun pada sore hari intensitas cahaya matahari mulai menurun sehingga kemungkinan kecil terjadi fotosintesis dan bahan organik dan anorganik tidak diproduksi dengan baik.
Gambar grafik 2. Produktivitas Primer kolam vs Waktu pada kedalaman 50 cm
Pada grafik 2 menunjukkan nilai produktivitas primer di kedalaman 50 cm pada bagian inlet menunjukkan  pada pukul 12.00 WIB sebesar 20.833 mgC/m3/jam dan pada pukul 18.00 WIB yaitu sebesar 46.875 mgC/m3/jam. Terjadi penurunan nilai produktivitas dari pukul 12.00 WIB menuju pukul 16.00 WIB. Sedangkan di bagian outlet, pada pukul 12.00 tidak menghasilkan produktivitas primer dan pada pukul 18.00 sebesar 9.2 mgC/m3/jam. Ada intensitas cahaya yang masuk ke perairan inlet maupun outlet pada pukul 12.00 lebih besar dari pada pukul 18.00 sangat berpengaruh terhadap nilai produktivitas yang dihasilkan. Intensitas cahaya tinggi akan meningkatkan terjadinya proses fotosintesis dan meningkatnya suhu perairan sehingga metabolisme organisme didalamnya semakin meningkat. Peningkatan proses fotosintesis didalam perairan berbanding lurus dengan terjadinya perombakan bahan organik didalam perairan yang mengakibatkan peningkatan produktivitas dalam perairan (Salmin, 2000)
Tabel 2. Produktivitas Primer Danau Lembah UGM



12:00
18:00
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
30 cm
50 cm
30 cm
50 cm
30 cm
50 cm
30 cm
50 cm
72.917
41.667
4.6
3.7
7.8125
13.02
15.625
26.041

Gambar grafik 3 Produktivitas Danau Perikanan UGM  vs waktu pada Kedalaman 30 cm
Produktivitas primer di danau lembah UGM dengan kedalaman 30 cm pada bagian inlet terbesar pada pukul 12.00 sebesar 72.917 mgC/m3/jam dan terendah pada pukul 18.00 sebesar 7.8125 mgC/m3/jam. Terjadi penurunan nilai produktivitas primer dari siang menuju sore, namun pada bagian outlet yaitu sebesar 4,6 mgC/m3/jam di pukul 12.00 WIB dan meningkat menjadi 15.625 mgC/m3/jam di sore 18.00 WIB. Pada siang hari pada pukul 12.00 selalu lebih besar dari pukul 18.00, karena pada siang hari cahaya matahari yang terpancarkan sangat maksimal sehingga mampu menghasilkan produksi bahan organik secara maksimal, begitupun pada sore hari intensitas cahaya matahari mulai menurun sehingga kecil kemungkinan terjadi fotosintesis dan bahan organik dan anorganik tidak diproduksi dengan baik.
Gambar grafik 4 Produktivitas Danau Perikanan UGM  vs waktu pada Kedalaman 50 cm
Produktivitas primer di danau lembah UGM dengan kedalaman 50 cm pada bagian inlet terbesar pada pukul 12.00 sebesar 41,667 mgC/m3/jam dan terendah pada pukul 18.00 sebesar 13,02 mgC/m3/jam. Terjadi kenaikan nilai produktivitas primer dari siang menuju sore, namun pada bagian outlet yaitu sebesar 3,7 mgC/m3/jam di pukul 12.00 WIB dan meningkat menjadi 26,041 mgC/m3/jam di sore 18.00 WIB.
Gambar grafik 5 Produktivitas Primer Kolam Perikanan UGM vs  Kedalaman pada pukul 12.00 WIB
Grafik diatas dapat diketahui perairan inlet dan outlet di kedalaman 30 cm lebih tinggi nilai produktivitas primernya yaitu sebesar 83.333 sedangkan kedalaman 50 cm sebesar 20.833. Bagian outlet pada kedalaman 30 cm dan 50 cm sebesar 0. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya energi cahaya matahari yang diserap. Semakin tinggi cahaya matahari, semakin tinggi pula produktivitas primer yang dihasilkan (Pitoyo & Wiryanto, 2002).
Gambar grafik 6 Produktivitas Primer Danau Perikanan UGM vs  Kedalaman pada pukul 12.00 WIB
Pada grafik 6 dapat dilihat pada perairan inlet produktivitas primer pada kedalaman 30 cm sebesar 72.917 dan kedalaman 50 cm sebesar 41.667. Produktivitas primer kedalaman 30 cm lebih besar daripada kedalaman 50 cm. Hal ini disebabkan semakin dalamnya suatu perairan maka semakin terbatasnya cahaya yang masuk keperairan tersebut, hal ini mengakibatkan perairan yang semakin dalam tersebut terhambat proses fotosintesisnya sehingga produktivitas primer pada kedalaman tersebut semakin menurun (Alaert & Santika, 1984).


Gambar grafik 7. Produktivitas Primer Kolam Perikanan UGM vs  Kedalaman pada pukul 18.00 WIB
Dari grafik diatas dapat diketahui perairan inlet pada kedalaman 30 cm dan 50 cm lebih tinggi nilai produktivitas primernya apabila dibandingkan dengan nilai produktivitas pada outlet di pukul 18.00 WIB. Kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor yang membatasi kecerahan suatu perairan. Kecerahan juga sangat ditentukan oleh intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air (Sidabutar dan Edward, 1995). Hal ini disebabkan semakin dalamnya suatu perairan maka semakin terbatasnya cahaya yang masuk keperairan tersebut, hal ini mengakibatkan perairan yang semakin dalam tersebut terhambat proses fotosintesisnya sehingga produktivitas primer pada kedalaman tersebut semakin menurun.
Gambar grafik 8. Produktivitas Primer Danau Lembah Perikanan UGM vs  Kedalaman pada pukul 12.00 WIB
Dari gambar grafik produktivitas primer di Danau Lembah UGM terhadap factor kedalaman dapat diketahui perairan inlet pada kedalaman 30 cm lebih tinggi bila dibandingkan dengan outlet pada kedalaman 30cm. Begitu pula pada inlet di kedalaman 50 cm juga lebih besar bila dibandingkan dengan outlet di kedalaman 50cm. Pada pukul 12.00 WIB diketahui bahwa nilai produktivitas primer pada bagian inlet  di kedalaman 30 cm lebih besar dibanding dengan bagian inlet di kedalaman 50 cm. Hal ini dikarenakan kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor yang membatasi kecerahan suatu perairan. Kecerahan juga sangat ditentukan oleh intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air. Semakin banyak sinar matahari yang dapat menembus suatu perairan maka semakin besar produktivitas primernya.
Gambar grafik 9. Produktivitas Primer Danau Lembah Perikanan UGM vs Kedalaman pada pukul 18.00 WIB.
Dari gambar grafik di atas dapat diketahui perairan inlet lebih rendah dibanding dengan bagian outlet pada kedalaman 30 cm. Begitupula pada inlet juga lebih rendah bila dibandingkan dengan outlet di kedalaman 50cm. Ada beberapa factor yang memengaruhi hasil akhir nilai produktivitas primer pada bagian inlet maupun outlet, diantaranya adalah bagian inlet yang permukaan perairannya terhalangi oleh dahan pohon. Pada pukul 18.00 WIB diketahui bahwa nilai produktivitas primer pada bagian inlet  di kedalaman 30 cm menuju kedalaman 50 cm mengalami kenaikan nilai produktivitas primer. Hal ini dikarenakan kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor yang membatasi kecerahan suatu perairan. Kecerahan juga sangat ditentukan oleh intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air. Semakin banyak sinar matahari yang dapat menembus suatu perairan maka semakin besar produktivitas primernya.
Kesimpulan
Nilai produktivitas primer di suatu perairan dapat ditentukan dengan mengetahui kandungan oksigen terlarut yang terdapat pada botol terang dan botol gelap.Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer kotor diantaranya oleh cahaya, konsentrasi nutrien, serta kepadatan klorofil fitoplankton dan makrofita. Berdasarkan hasil pengamatan maka kolam memiliki produktivitas primer yang lebih baik dibandingkan dengan lembah.
Daftar Pustaka
Afrianti, 2000. Kamus Istilah Perikanan. Kanisius. Yogyakarta.
Afrianto, L. dan Liviawati, 1994. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisius. Yogyakarta.
Alaert, G. dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Alfan, M.S., 1995. Evaluasi Kualitas Fisika Kimia Air, sungai Ciliwung di Wilayah Kota Administrasi Depok bagi Kepentingan Perikanan. Skripsi. IPB. Bogor.
Andriani. 2007. Hubungan Produktivitas Fitoplankton dengan Biomass dan Nutrien N-P di perairan           Pantai Kabupaten Luwu. Jurnal Ilmu Kelautan Universitas Hassanudin vol 17 (3) : 193-202.
Antik ; Hartoko; Suminto. 2007. Kualitas Perairan Di Sekitar BBPBAPJ Ditinjau dari Aspek           Produktivitas Primer sebagai Landasan Operasional Pengembangan Budidaya Udang dan       Ikan. Jurnal Pasir Laut vol 2(2) : 1-17 Universitas Diponegoro.
Baksir, Abdurrachaman. 1999. Tesis Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton dan Intensitas Cahaya di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Basyarie, A., 1995. Pengamatan Kualitas Perairan di kawasan Pemeliharaan Ikan Ekor Kuning (Yellow Tail) dalam Keramba Jaring Apung. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Bojonegoro. Serang.
Effendi, H., 2000. Telaahan Kualitas Air. IPB Press. Bogor.
Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta
Fardiaz, S., 1995. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.
Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta. UI Press
Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Odum, E.P. 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Gadjah Mada University. Yogyakarta. 
Haryani, S.B.E., 1989. Komposisi Jenis dan Kelimpahan Phytoplankton dalam Kaitannya dengan Pertumbuhan Udang di Perairan Tambak yang Berbada Warna. PKM. Fakultas Pertanian. UNHALU. Kendari.
Lesmana, D.S., 2005. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Paney, A.L. 2005. The Ecology of Tropical Lake and Rivers. John Willey and Sons. New York.
Pitoyo, Ari dan Wiryanto. 2002. Produktifitas Primer Perairan Waduk Cengklik Boyolali. Jurnal Biodiversitas. Vol. 3(1): 189-195
Rumihat, Mamat. 2007. Ilmu Pengantar Sosial. Grafindo Media Pratama. Jakarta.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan           Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di     Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan   S.Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 - 46.
Siahaan dan Ratna. 2011. Kualitas Air Sungai Cisadane Jawa Barat-Banten. Jurnal ilmiah
Sains. Vol II. IPB. Bogor.
Sukresno B  dan Suniada K.I.2008. Observasi Pengaruh Enso Terhadap Produktivitas Primer dan Potensi Perikanan Dengan Menggunakan Data Satelit di Laut Banda. Jurnal Balai Riset dan Observasi Kelautan-LIPI
Tarigan, M.S. dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid)          Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. MAKARA, SAINS, VOL. 7, NO. 3. LIPI.
Wardoyo, S.T.H. 1989. Kriteria kualitas Air untuk Pertanian dan Perikanan. Makalah pada Seminar Pengendalian Pencemaran Air. Dirjen Pengairan Depertemen Pekerjaan Umum. Bandung
Wibisono. 2005. Hikmah Kelimpahan Plankton. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar