vica

Cartoon Toad Jumping Up and Down

Senin, 11 September 2017

makalah alat tangkap ikan di pantura



Bab 1
PENDAHULUAN
1. 1.          LATAR BELAKANG
Sumber daya perikanan  merupakan kekayaan alam terbesar di Indonesia. Perikanan merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial. Hal ini karena nilai jual dari hasil perikanan sangat menguntungkan sekali bagi nelayan dalam  memenuhi  kebutuhan hidupnya. Pantai utara jawa atau yang lebih dikenal di masyarakat dengan sebutan pantura merupakan daerah  penangkapan berbagai jenis ikan seperti cumi-cumi, udang, layur kuning, ikan teri, ikan  kembung dan masih banyak lagi. Banyak  masyarakat di daerah sekitar pantai utara ini menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai  nelayan.  Penangkapan  ikan ini dilakukan untuk memperoleh bahan makanan bagi keluarga, komunitas, atau kelompok tertentu.
Alat tangkap ikan kian hari semakin berkembang. Pada awalnya manusia menangkap ikan hanya menggunakan tangan saja. Namun secara perlahan menggunakan alat bantu berupa batu, tulang, tanduk dan kayu. Harga ikan yang terus naik membuat para nelayan mengembangkan alat tangkap ikan sehingga dapat menaikkan hasil jumlah tangkapannya. Alat tangkap ikan yang sudah berkembang menurut FAO 1971 yaitu jaring lingkar, pukat, trawl, penggaruk, jaring insang, pancing dan masih banyak lagi. Indonesia merupakan negara perairan yang masih memiliki kendala dalam bidang penangkapan ikan. Salah satu kendala yang dihadapi para nelayan Indonesia adalah keterbatasan pengetahuan dalam penentuan posisi penangkapan yang lebih efektif atau daerah penangkapan ikan yang lebih potensial.


1. 2.          RUMUSAN MASALAH
Indonesia adalah negara maritim dan terbesar di dunia yang memiliki pulau. Luas lautan indonesia adalah 2/3 dari luas Indonesia sendiri. Perikanan merupakan kekayaan alam Indonesia yang terbarukan. Perikanan seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran bangsa Indonesia, namun faktanya masyarakat Indonesia belum bisa mengoptimalkan itu semua. Hal ini dibuktikan dengan  masih banyak nelayan yang bisa dikatakan jauh dari kata makmur.
Pantura merupakan salah satu lokasi dengan sumberdaya alam yang potensial di Indonesia. Namun jumlah tangkapan ikan di pantura mulai mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena larangan penggunaan alat tangkap cantrang. Penggunaan alat tangkap cantrang dipercaya dapat merusak ekosistem laut. Dengan begitu maka diperlukan pengetahuan tentang alat tangkap selain cantrang yang dapat digunakan untuk para nelayan di daerah pantura.

1. 3.          TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahuijenis-jenis alat tangkap ikan yang ada di pantura
2.    Untuk mengetahui jenis tangkapan dari alat tangkap ikan tersebut









Bab 2
ISI
Pantai utara jawa merupakan daerah penangkapan ikan yang sangat berpotensial. Tentunya untuk mendapatkan  ikan diperlukan alat tangkap. Alat tangkap ikan di pantura  yaitu pukat kantong (seine net), jaring insang(gill nets), jaring angkat(lift net), pancing(hook & lines), dan perangkap(traps). Kelima alat tangkap alat tangkap itu masih dibedakan lagi dantentunya ada banyak jenisnya.
1.      Pukat kantong(seine net)
Yaitu alat tangkap ikan yang cara pengoperasiannya dengan cara ditarik dan dapat mengepung/mengurung,  menyapu watas perairan. Pukat kantong dapat ditarik ke pantai atau ke perahu. Ciri-ciri pukat kantong yaitu mempunyai kantong atau tidak, mempunyai sayap, melingkari atau mengepung watas perairan dan ditarik ke pantai atau perahu dan atau ditarik sepanjang dasar/pertengahan perairan searah laju kapal. Contoh dari pukat kantong yaitu pukat ikan, pukat udang (shrimp trawler), dogol, pukat pantai, pukat cincin (purse seine),dll.
a.       Pukat ikan
Yaitu jenis penangkap ikan yang berbentuk kantong bersayap yang dalam
operasinya dilengkapi (2 buah) papan pembuka mulut (otter board). Tujuan utama penangkapan ikan menggunakan pukat ikan yaitu untuk menangkap ikan perairan pertengahan (mid water) dan ikan perairan dasar (demersal) yang dalam pengoperasiannya ditarik melayang di atas dasar hanya oleh satu buah kapal bermotor. Pukat ikan beroperasi di wilayah ZEEI laut cina selatan, ZEEI laut arafuru, ZEEI samudera hindia, dan ZEEI selat malaka.
Dasar hukum operasi
-     Pasal  31 ayat (1) huruf d. Keputusan menteri kelautan dan perikanan
no.KEP.60/MEN/2001 Tentang penataan penggunaan kapal perikanan di ZEE
indonesia
-     Pasal 16 ayat (1) huruf c. Keputusan menteri kelautan dan perikanan
no.KEP.10/MEN/2003 tentang perizinan usaha penangkapan ikan.

b.      Pukat udang
Yaitu alat tangkap jaring yang berbentuk kantong dengan sasaran tangkapannya udang. Jaring ini dilengkapi sepasang  papan pembuka mulut jaring dan Turtle Exchuder Device/TED (alat pemisah/untuk meloloskan penyu), tujuan utamanya untuk menangkap udang dan ikan dasar,dengan cara menyapu dasar perairan dan hanya boleh ditarik oleh satu kapal. Jenis ikan hasil tangkapannya berupa udang putih (P.indicus, P.merguiensis), udang krosok(metapenolopsis Sp.) udang bago (P.monodon) dan jenis ikan lain seperti pethek (Leugnatus Sp.) kuniran (upeneaus Sp).
Dasar hukum operasi:
-     Pasal 1 keppres RI no.85 tahun 1982 tentang pengunaan pukat
udang,dengan tidak mengurangi ketentuan keppres no.39 tahun 1980 dan
instruksi presiden no.11 tahun 1982, pukat udang dapat di gunakan di
perairan kep.kei, tanimbar, aru, papua, dan laut arafura dengan batas
koordinat 130′ BT ke timur, kecuali pantai masing-masing pulau yang
dibatasi oleh garis isobat 10 meter;
-     Pasal 31 ayat 1 huruf g. Keputusan menteri kelautan dan perikanan
no.KEP.60/MEN/2001 Tentang penataan penggunaan kapal perikanan di ZEEI
3. Pasal 16 ayat 1 huruf d. Keputusan menteri kelautan dan perikanan
no. KEP.10/MEN/2003 tentang perizinan usaha penangkapan ikan
c.       Purse seine
Yaitu jaring penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang/trapesium, dilengkapi dengan tali kolor yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali itu jaring dapat dikuncupkan sehingga gerombolan ikan terkurung di dalam jaring. Hasil tangkapannya berupa ikan pelagis kecil seperti ikan kembung, selar, lemuru dan ikan lainnya sedangkan ikan pelagis besar seperti cakalang, tuna, dan lainnya. Daerah pengoperasian purse sein berada di perairan ZEEI Laut Sulawesi, ZEEI samudera pasifis, ZEEI samudera hindia. Dasar hukum operssi purse sein yaitu pasal 31 ayat 1 huruf b dan huruf c, kep.menteri kelautan dan perikan KEP.60/MEN/2001 Pasal 16 ayat 1 huruf c, KepMen KEP.10/MEN/2003


2.      Jaring insang (Gill nets)
Yaitu alat tangkap ikan berupa lembaran jaring 4 persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi tali ris dan pelampung sedangkan bagian bawah di lengkapi tali ris dan pemberat terbuat dari coplymers PVD, dioperasikan di lapisan permukaan, pertengahan, atau dasar. Ikan hasil tangkapan dari jaring insang yaitu ikan jenis pelagis dan ikan demersal. Derah pengoperasiannya digunakan di seluruh perairan Indonesia. Dasar hukum operasinya yaitu Pasal 31 ayat 1 huruf 3, No. KEP.60/MEN/2001 dan Pasal 16 ayat 1 huruf e. no. KEP.10/MEN/2003. Jaring isang dibedakan menjadi 6 yaitu jaring insang hanyut(drift gill net), jaring insang labuh(set gill nets), jaring insang karang (coral reef gill nets), jaring insang lingkar(encircling gill nets), jaring tiga lapis(trammel net), jaring dua lapis(double nets).
Persyaratan gill netsagar ikan terjerat atau terbelit
a.       Kekakuan twine (rigidity of petting twine)
Twine yang lembut diatur dengan: memperkecil diameter twine atau mengurangi pilin persatun panjang, ataupun bahan celup pemberi warna ditiadakan. Semakin lembut semakin mudah menjerat.
b.      Ketegangan rentangan tubuh jaring
Kuat rentangan kearah panjang (horizontal) dan lebar (bawah). Ketegangan jaring dipengaruhi oleh pelampung, pemberat, berat tubuh jaring, tali temali, shortening dan lingkungan.
c.       Hanging rasio
Beda panjang jaringsetelah diletakkan pada floatline dengan panjang tubuh jaring dalam keadaan teregang sempurna(strech). Hanging rasio= L/Lo Cara menghitung luas jaring
S = E x  x L x H x a2
S= Luas jaring
E = hanging rasio memanjang
L= jumlah mata jaring memanjang
H = jumlah mata jaring vertikal
a2 = ukuran mata jaring




d.      Shortening atau shrinkage
Merupakan beda panjang tubuh jaring dalam keadaan teregang sempurnadengan panjang jaringsetelah dieratkan float line disebutkan dalam persen. Shortening = (Lo-L1)/Lo)x100%
e.       Tinggi jaring
Tinggi jaring merupakan jarak antara float line dengan sinker line pada saat jaring terpasang di perairan. Digunakan sebaga pembeda dengan lebar jaring (mesh depth) yang biasanya digunakan untuk menjelaskan satuan jumlah mata jaring ataupun meter. Tinggi jaring= 2a n   . Mesh size (2a), jumlah mata(n) dan shortening(s)
f.       Mesh size dan besar ikan
Gillnet bersifat selektif terhadap besar besar ukuran ikan tangkapan yang diperoleh. Oleh karena itu untuk mendapatkan jumlah tangkapan yang banyak harus disesuaikan dengan badan ikan yang jumlahnya banyak apada fishing ground.
g.      Warna jaring
Warna jaring ketika berada dalam air akan dipengaruhi oleh kedalaman air , transparansi, sinar  matahari, sinar bulan dll. Warna jaring mempengaruhi visibilitas ikan. Warna jaring semakin transparan maka ikan semakin sulit membedakan dengan lingkungannya.

3.      Jaring angkat (lift net)
Jaring angkat merupakan alat tangkap aktif , untuk menurunkan atau menaikkan secara vertikal. Contoh jaring angkat yaitu bagan(bagang), serok(scoop/dip nets), bandong/banrong, anco.
a.         Bagan/ bagang
Bagan/ bagang diperkenalkan sejak tahun 1950-an, cara pengoperasian dari bagan hanya dilakukan pada saat malam hari dan di perairan yang tidak dalam. Hasil tangkapan dari baga yaitu ikan tembang, teri, japuh, selar, petek, kerong-kerong, kapas-kapas, cumi-cumi, sotong, dll. Macam macam bagan yaitu bagan tancap(stationary lift nets) , bagan rakit(raft lift nets), bagan perahu(boat lift nets), dan kelong betawi.

b.         Serok(scoop/ dip nets)
Serok merupakan jaring angkat yang berbentuk kerucut atau kantong, mulut jaring terbuka dengan memakai bingkai yang terbuat dari bambu atau rotan atau metal dan pengoperasiannya dapat dilakukan tanpa menggunakan perahu. Metode penangkapan menggunakan sorong yaitu dengan cara disorong dengan perahuatau kapal motor yang disebut sondong.
c.         Bandong/ bandrong
Jaring bandrong  adalah jaring angkat yang berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar,  dibuat dari waring( bandong rebon) atau waring karuna, dari benang katun(banrong). Menurut ukurannya jaring banrong dikelompokkan menjadi dua yaitu bandrong besar dan bandrong kecil.
Bandrong terdiri dari beberapa bagian yang tiang penyanggah yang biasa terbuat dari bambu atau kayu yang berfungsi sebagai penahan agar banrong dapat berdiri biasanya terdiri dari 6 buah tiang, jala-jala terdapat pada banrong besar yang berfungsi sebagai pintu penutup sebelum bibir jaring utama terangkat ke permukaan air tali pengangkut yang berfungsi untuk mengangkat jaring saat ikan telah terkumpul pada banrong, tali pembentang yang berfungsi  sebagai tempat terkaitnya jaring, pemberat yang terbuat dari timah atau batu kali dan yang terakhir jaring terbuat dari bahan katun yang merupakan tempat ikan terkumpul.
Daerah pengoperasiannya  adalah daerah perairan pantai, disepanjang pantai yang terlindungi dari gelombang besar dan di perairan terumbu karang. Hasil tangkapan banrong pada umumnya ikan pelagis. Hasil tangkapan utama berupa ikan tembang, teri, belanak, dan tongkol.
d.        Anco
Jaring angkat anco (portable lift nets) adalah jaring angka yang dipasang menetap di perairan, berbentuk empat persegi panjang, terdiri dari jaring yang keempat ujungnya diikat pada bambu yang di belah dan kedua ujungnya dihaluskan(diruncingkan) kemudian dipasang bersilangan satu sama lain dengan sudut 90°. Anco merupakan alat tangkap yang sederhana , terbuat dari bambu sebagai alat untuk menaik atau menurunkan jaring, mata jaring anco relatif lebih kecil-kecil karena tujuan penangkapan ikan adalah ikan-ikan kecil seperti ikan  petek.
Alat ini dioperasikan harus menggunakan bantuan lampua atau umpan menarik ikan. Anco tetap dioperasikan dengan cara jaring diturunkan kearah dasar perairan pantai, muara sungai dan teluk-teluk yang relatif dangkal dengan muka jaring menghadap ke dalam perairan. Setelah ikan terkumpul, lalu secara perlahan jaring diputar atau dibalik dan diangkat kearah permukan hingga kumpulan ikan  berada di dalam jaring.

4.      Pancing(hook& lines)
Pancing(hook & lines) adalah alat tangkap ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing. Umumnya pada mata pancing dipasang umpan, baik umpan asli maupun umpan buatan. Umpan ini berfungsi untuk menarik perhatian ikan. Contoh umpan asli meliputi ikan, udang atau  organisme lainnya yang hidup atau mati. Sedangkan umpan buatan dapat berupa kayu, plastik, dan sebagainya yang menyerupai ikan, udang atau lainnya. Jenis alat pancing meliputi pancing rawai(long line), pancing gandar(pole and line), pancing tarik(trolling line), pancing ulur(hand line).


5.      Perangkap(traps)
Perangkap merupakan alat tangkap pasif dan merupakan alat jebakan. Biasanya perangkap terbuat dari bambu, rotan, kawat, kere bambu, plastik, PVC, kayu dll. Pemasangan jebakan ini biasanya secara temporer maupun semi permanen, permanen di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Alat tangkap ikan ini biasanya menggunakan bantuan umpan maupun tanpa umpan. Hasil tangkapan berupa ikan torani, lobster, ikan hias, siput laut dll.  Contoh jenis perangkap yaitu bubu, perangkap setengah lingkaran, sero dan sejenisnya, perangkap pasang surut, krendet, dan pintur.



















Bab 3
PENUTUP
KESIMPULAN

Alat tangkap ikan di pantura  yaitu pukat kantong (seine net), jaring insang(gill nets), jaring angkat(lift net), pancing(hook & lines), dan perangkap(traps). Contoh dari pukat kantong yaitu pukat ikan, pukat udang (shrimp trawler), dogol, pukat pantai, pukat cincin (purse seine).contoh jaring insang yaitu jaring insang hanyut(drift gill net), jaring insang labuh(set gill nets), jaring insang karang (coral reef gill nets), jaring insang lingkar(encircling gill nets), jaring tiga lapis(trammel net), jaring dua lapis(double nets). Contoh jaring angkat yaitu bagan(bagang), serok(scoop/dip nets), bandong/banrong, anco. Jenis alat pancing meliputi pancing rawai(long line), pancing gandar(pole and line), pancing tarik(trolling line), pancing ulur(hand line). bubu, perangkap setengah lingkaran, sero dan sejenisnya, perangkap pasang surut, krendet, dan pintur.
Hasil tangkapan pukat kantong yaitu Jenis ikan hasil tangkapannya berupa udang putih (P.indicus, P.merguiensis), udang krosok(metapenolopsis Sp.) udang bago (P.monodon) dan jenis ikan lain seperti pethek (Leugnatus Sp.) kuniran (upeneaus Sp), ikan pelagis kecil seperti ikan kembung, selar, lemuru dan ikan lainnya sedangkan ikan pelagis besar seperti cakalang, tuna dan masih banyak lagi. Hasil tangkapan jaring insang yaitu ikan jenis pelagis dan ikan demersal. Hasil tangkapan jaring angkat berupa ikan tembang, teri, japuh, selar, petek, kerong-kerong, kapas-kapas, cumi-cumi, sotong.



laporan ekosistem sungai



LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
EKOSISTEM SUNGAI
VIKA TARI RAMADHANTY
16/394254/PN/14493
BUDIDAYA PERIKANAN


Intisari
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena umum, yang terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat mempengaruhi oleh ketiga variabel tersebut.  Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai  dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, biologik suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan komunitas biota perairan makrobentos, serta mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan. Praktikum ekologi perairan ekosistem sungai dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 13.30 sampai selesai di Sungai Tambak Bayan, Seturan, Yogyakarta. Lokasi pengamatan dibagi menjadi tiga stasiun pengamatan. Masing-masing stasiun mengukur berbagai parameter perairan yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecepatan arus, debit), parameter kimia (DO, CO2 bebas, pH, alkalinitas), dan parameter biologi (plankton). Hal tersebut digunakan untuk mengukur kualitas air masing-masing stasiun berdasarkan indeks deversitas plankton. Berdasarkan hasil yang diperoleh parameter fisik terukur suhu udara tertinggi 300C dan  suhu air tertinggi 280C. Kecepatan arus air tertinggi 1,1 m/s dan debit tertinggi 3.028 m3/s. DO tertinggi diperoleh 7,4 ppm, CO2 bebas 8 ppm dan pH perairan tertinggi 7,1 serta alkalinitas air 97 ppm. Densitas plankton tertinggi pada stasiun tiga 3856 idv/L dan terendah pada stasiun satu 2410 idv/L sedangkan diversitas plankton tertinggi pada stasiun tiga 3,625 dan terendah pada stasiun pertama 2,52.Pada stasiun satu dan dua kualitas air kurang begitu baik yang ditandai dengan kurangnya indeks deversitas biota, sedangkan stasiun dua dan tiga kualitas airnya relatif baik dengan tingginya indeks deversitas plankton. 

Kata kunci: Alkalinitas, densitas, deversitas, DO, ekosistem, sungai




PENDAHULUAN
            Indonesia sendiri  hampir semua wilayahnya mempunyai ekosistem sungai. Hal ini karena setiap pulau yang ada di Indonesia mempunyai sungai. Beberapa sungai yang terkenal dan sekaligus menjadi ekosistem sungai yang besar anatara lain adalah Sungai Mahakam, Sungai Kapuas, Sungai Musi, Sungai Bengawan Solo, dan lain sebagainya. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Komponen pembentuk ekosistem adalah komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah komponen yang tidak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang medium atau substrat sebagai tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Komponen biotik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu organisme. Komponen biotik merupakan suatu komponen yang menyusun ekosistem selain komponen abiotik.
            Ekosistem merupakan tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan satu kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubunan antara keduanya (Irwan,1992). Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut. Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik) (Effendi, 2003). Ekosistem sungai dihuni oleh berbagai macam organisme. Menurut Noughton ( 1979 ) penghuni ekosistem sungai antara lain :
1.      Neuston (meliputi organisme yang aktif di permukaan air )
2.      Plankton (meliputi semua organisme mikroskopik yang melayang-layang dalam air )
3.      Nekton (meliputi berbagai organisme akuatik yang dapat bergerak atau berenang bebas)
4.      Bentos (meliputi organisme khususnya hewan yang hidup atau aktif di dasar perairan)
5.      Peropiton (meliputi organisme yang hidup menempel pada benda atau organisme lain)
Ekosistem lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa. Zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu dan yang selanjutnya aliran dan beberapa mata air akan membentuk di pegunungan yang disebut zona rithal, ditandai relief aliran sungai yang terjal. Adanya perbedaan keterjalan dan topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu sampai hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan berkurang pada aliran sungai yang mendekati daerah hilir (Barrus, 2002).
 Air adalah media tempat semua organisme air yang merupakan elemen dasar penyusun dari tumbuhan dan hewan. Air juga merupakan medium tempat terjadinya reaksi kimia baik di dalam maupun di luar organisme hidup (Nybakken, 1988). Salah satu faktor pembatas yang penting di dalam ekosistem sungai adalah arus air dan debit air. Semakin besar ukuran batu dasar dan semakin banyak curah hujan, semakin cepat pengukuran air, semakin kuat, dan kecepatan arus cepat, sehingga dapat mempengaruhi debit air (Effendi, 2003).
 Volume sungai mempengaruhi jumlah biota yang hidup di dalamnya. Semakin panjang dan lebar serta dalam ukuran sungai, maka semakin banyak jumlah biota yang menempatinya (Kottelat et al, 1996). Tak hanya itu, semakin tinggi kecepatan arus , kandungan oksigen terlarut dalam air yang sangat dibutuhkan oleh biota air dalam metabolismenya akan semakin banyak. Kecepatan arus akan berkurang seiring dengan penambahan kedalaman suatu perairan (Siregar, 2004). Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran dan kelebaran dasarnya (Odum, 1993).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai  dan faktor-faktor pembatasnya. Mempelajari cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, biologik suatu perairan. Mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan komunitas biota perairan makrobentos. Mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan. 
METODE
Praktikum ekologi perairan dilaksanakan di Sungai Tambak Bayan Seturan, DIY pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 13.30-selesai. Jumlah stasiun pada praktikum kali ini yaitu tiga stasiun. Parameter yang diuji yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit), kimia (DO, CO2 bebas, alkalinitas serta pH), dan biologi (densitas dan deversitas biota perairan plankton).
Alat yang digunakan yaitu bola tenis meja, stopwatch, rollmeter, meteran kain/penggaris, termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, mikrobiuret, ember plastik, petersen grab, plot kayu, tongkat bambu, saringan, pH meter, planktonnet, mikroskop, kertas label, dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu kertas pH atau pH meter, larutan MnSO4, larutan Reagen oksigen, larutan H2SO4 pekat, larutan 1/40 N Na2S2O3, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan 1/50 N HCL, larutan indikator amilum, larutan indicator Phenolphphtalein (PP), larutan indikator Methyl Orange (MO, larutan 4 % formalin.
Metode yang digunakan dalam praktikum ekosistem sungai yaitu dalam hal pengukuran suhu menggunakan termometer, kecepatan arus menggunakan metode bola yang hanyut terbawa arus dan hitung jarak dan waktu tempuhnya. Metode untuk pengukuran debit yaitu dengan mengalirkan menghitung panjang, kedalaman, lebar, dan subtrat dasar perairan. Kandungan O2 terlarut (DO atau Dissolved Oxygen) menggunakan metode winkler, dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Kandungan O2 terlarut =    dengan Y merupakan banyaknya larutan 1/80 N Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi dari awal hingga akhir. Kandungan CO2 bebas menggunakan metode alkalimetri, dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Kandungan CO2 dengan C sebagai larutan 1/44 N NaOH yang digunakan dalam titrasi. Alkalinititas, juga menggunakan metode alkalimetri, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Kandunga CO3ˉ  =           (=X). Kandungan HCO3ˉ = (=Y). Alkalinitas total = (X) + (Y) mg/l. Indeks diversitas plankton dihitung menggunakan rumus Shanon-Wienner: H =  2 dimana H adalah indeks keanekaragam, ni merupakan cacah individu suatu genus dan N adalah cacah individu seluruh genera.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1.      HASIL
Tabel 1.1  Hasil Pengamatan Sungai Gol : A4.1

Parameter

Stasiun
1
2
3
Suhu Udara (°C)
28.6
29.5
30
Suhu Air (°C)
27.6
27
28
Arus Air (m/s)
1.1
0.832
0.86
Debit Air (m3/s)
2.43
3.028
2.516
DO (ppm)
7.4
5.705
6
CO2(ppm)
8
6.8
5
Alkalinitas (ppm)
97
93
48
pH
6.95
7.1
6.95
diversitas plankton
2.52
3.45
3.625
Densitas plankton (indv/L)
2410
2651
3856
Vegetasi sungai
Pohon pisang, pohon bambu, dan semak-semak
Pohon pisang, semak-semak, tumbuhan hijau
Pohon pisang, pohon bambu, dan rumput




2.      PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan vegetasi sungai di masing-masing stasiun, sepanjang sungai Tambak Bayan di tumbuhi dengan berbagai macam tanaman. Daerah pengamatan stasiun 1 ditumbuhi pohon pisang, pohon bambu, dan semak-semak. Sungai yang diamati pada stasiun 1 sangat jernih, dan terlihat batu-batu kecil pada dasarnya. Aktivitas di stasiun 1 yaitu terdapat aktivitas warga yang membuka usaha warung makan. Daerah pengamatan stasiun 2 ditumbuhhi pohon pisang, semak-semak, tumbuhan hijau kegiatan masyarak disitu yaitu ada yang mandi di sungai, dan sungai dipakai untuk kegiatan  memancing. Aktivitas masyarakat di stasiun 3 yaitu ada penambangan pasir, kegiatan memancing dan untuk mandi anak-anak. Parameter fisika dilakukan perhitungan suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit air sungai. Parameter kimia meliputi DO, kandungan CO2 bebas, alkalinitas dan pengukuran pH. Masing-masing stasiun yang diamati didapatkan hasil yang berbeda-beda.
2.1.             Parameter Fisik
2.1.1.       Suhu Udara dan Air
Grafik Suhu


 













Berdasarkan grafik suhu udara vs stasiun, suhu udara teringgi berada pada stasiun tiga yaitu 30°C sedangkan suhu udara terendah berada pada stasiun satu yaitu 28,6°C. Semakin tinggi suatu tempat maka suhu udaranya semakin rendah. Ketinggian dari semua stasiun adalah sama namun terdapat perbedaan suhu, hal ini dikarenakan adanya vegetasi yang tumbuh di sekitar stasiun. Semakin rimbun vegetasi maka semakin rendah suhu udaranya(Pratiwi, 2004). Air dapat menyerap panas dengan mudah dan menahan panas lebih lama, sehingga kapasitas panas dalam air cenderung tetap. Suhu air yang lebih tinggi dari suhu udara, disebabkan karena air memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi sehingga mampu menyimpan panas lebih lama dibandingkan molekul udara (Effendi,2003). Berdasarkan grafik suhu air vs stasiun, dapat diketahui tidak ada stasiun yang cocok dengan teorinya karena suhu air lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara. Hal ini mungkin terjadi karena saat pengukuran suhu, cuacanya berubah-ubah, dan mungkin karena kesalahan praktikan dalam menggunakan atau membaca termometer.







2.1.2.       Arus Air
Grafik Arus Air


 








Kecepatan arus air mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton merupakan organisme akuatik mikroskopik yang biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus (Wibisono,2005). Stasiun satu mempunyai kecepatan arus 1,1 m/s. Kecepatan arus untuk stasiun dua 0,832 m/s. Sedangkan untuk stasiun tiga kecepatan arus 0,86 m/s. Stasiun satu memiliki kecepatan arus yang relatif tinggi karena topografi dasar perairannya berbatu. Sehingga stasiun satu memiliki kecepatan arus tinggi, stasiun tiga agak rendah, kemudian stasiun dua meskipun tidak jauh berbeda dari stasiun tiga.
2.1.3.       Debit Air

Grafik Debit Air


 












Debit air mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton merupakan organisme akuatik mikroskopik yang biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus (Wibisono,2005). Stasiun satu mempunyai debit air sebesar 2,43 m3/s. Debit air untuk stasiun dua 3,028 m3/s. Sedangkan untuk stasiun tiga debit airnya sebesar 2,516  m3/s. Debit air stasiun dua memiliki debit tertinggi kemungkinan pada lokasi ini memiliki kedalaman perairan yang relatif dalam dibandingkan stasiun satu dan tiga. Nilai debit air juga dipengaruhhi oleh perbedaan pada subtrat di perairan itu sendiri.
2.2.             Parameter Kimia
2.2.1.       DO(Oksigen terlarut)
Grafik DO







Berdasarkan grafik DO vs stasiun pengamatan, dapat diketahui nilai DO tertinggi berada pada stasiun satu sedangkan nilai DO terendah berada pada stasiun dua. DO yang ada dihasilkan oleh fitoplankton yang melakukan fotosintesis. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Namun dalam pengamatan jumlah deversitas plankton lebih tinggi pada stasiun tiga,seharusnya nilai DO pada stasiun tiga paling tinggi dibandingkan stasiun satu dan. Kesalahan dalam penentukan nilai DO mungkin dikarenakan dalam melakukan pengukaran DO menggunakan metode winkler  praktikan melakukan kesalahan.







2.2.2.       Kadar CO2 Bebas
Grafik CO2 Bebas


 







            Berdasarkan grafik CO2, dapat diketahui CO2 bebas paling tinggi pada stasiun satu. Hal ini juga berkaitan dengan fitoplankton yang ada dalam perairan karena fitoplankton dapat melakukan fotosintesis. Fotosintesis membutuhkan CO2 untuk sumber karbon dan akan menghasilkan O2. CO2 yang bernilai nol menunjukkan keberlimpahan fitoplankton tinggi karena semua CO2 digunakan untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan O2 yang banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Sehingga grafik CO2 berbanding terbalik dengan grafik DO. Nilai CO2 yang paling rendah adalah stasiun tiga, hal ini sesuai dengan deversitas plankton yang juga paling tinggi stasiun tiga.
2.2.3.       Alkalinitas
Grafik Alkalinitas
 







Berdasarkan grafik alkalinitas, tingkat alkalinitas tertinggi di stasiun satu dan yang terendah ada di stasiun tiga. Alkalinitas merupakan kemampuan air untuk mempertahankan pH. Alkalinitas diperlukan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan (Effendi, 2003). Oleh sebab itu alkalinitas dan pH menjadi saling berkaitan karena sifatnya yang berbandng lurus. Pada stasiun satu alkalinitasnya yaitu 97 ppm. Pada stasiun dua besar alkalinitasnya yaitu 93 ppm. Pada stasiun tiga alkalinitasnya yaitu 48 ppm.  Berdasarkan data pengamatan nilai untuk alkalinitas dan pH tidak berbanding lurus. Kesalahan ini mungkin terjadi karena dalam melakukan pengamatan praktikan melakukan kesalahan baik dalam mengukur alkalinitas dengan metode alkalimetri atau dalam menentukan nilai pHnya.

2.2.4.       PH
Grafik pH


 












Derajat keasaman (pH) suatu perairan sering digunakan sebagai petunjuk  untuk menyatakan kualitas air sebagai media hidup. Karena pH sangat berpengaruh terhadap berbagai metabolisme dan proses fisiologis di dalam tubuh makhluk hidup. Derajat keasaman yang dianjurkan adalah sebesar 7 (netral). Kadar pH yang terlampau jauh dari batas netral akan mengganggu sistem regulasi dalam tubuh organisme. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006). Tingkat pH lebih kecil dari 4, 8 dan lebih besar dari 9, 2 sudah dapat dianggap tercemar. Berdasarkan grafik pH, tingkat pH tertinggi di stasiun dua. Stasiun satu dan tiga memiliki nilai pH yang sama. Stasiun satu dan tiga memiliki nilai pH sebesar 6,95. Stasiun dua memiliki pH 7,1. Alkalinitas diperlukan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan (Effendi, 2003). Oleh sebab itu alkalinitas dan pH menjadi saling berkaitan karena sifatnya yang berbandng lurus. Berdasarkan data pengamatan nilai untuk alkalinitas dan pH tidak berbanding lurus. Kesalahan ini mungkin terjadi karena dalam melakukan pengamatan praktikan melakukan kesalahan baik dalam mengukur alkalinitas dengan metode alkalimetri atau dalam menentukan nilai pHnya.

2.3.              Parameter Biologi
2.3.1    Diversitas Plankton
Grafik Diversitas Plankton


 







                       
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa diversitas plankton tertinggi berada pada stasiun tiga yaitu 3,625 sedangkan diversitas plankton terendah berada pada stasiun satu 2,52. Stasiun 1 memiliki nilai diversitas plankton sebesar 2,52. Tabel klasifikasi kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener dapat dilihat sebagai berikut:
Tolok ukur
Kualitas pencemaran
1
2
3
4
5
Sangat buruk
Buruk
sedang
Baik
Sangat baik
Indeks diversitas
≤ 0,80
0,81-1,60
1,61-2,40
2,41-3,20
≥ 3,21





                                    (Probosunu, 2008)
Kemudian untuk klasifikasi derajat pencemaran berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener dapat dilihat pada tabel berikut:
Tolok ukur
Derajat pencemaran
Belum tercemar
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Indeks diversitas
>2,0
1,6-2,0
1,0-1,5
<1,0
(Sumber : Lee, et al (1978) dalam Probosunu (2008)
Berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener kedua dapat diketahui bahwa semua stasiun belum tercemar karena indeks diversitasnya lebih dari 2. Untuk kualitas perairannya stasiun satu baik, stasiun dua dan tiga sangat baik.
2.3.2    Densisitas Plankton

Grafik Densitas Plankton


 








Berdasarkan nilai densitas plankton paling tinggi di stasiun tiga sebesar 3856 indv/L dan paling rendah di sasiun satu sebesar 2410 indv/L.  Kelimpahan plankton yang berbeda-beda pada setiap stasiun ini disebabkan oleh  berbagai faktor fisika-kimia lingkungan perairannya. Menurut Apridayanti (2008), faktor kimia dan fisika lingkungan suatu perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup fitoplankton sebagai produsen utama di ekosistem perairan. Faktor lingkungan perairan yang dapat mempengaruhi keberadaan plankton yaitu suhu, kecerahan, derajat keasaman (pH), karbondioksida (CO2), dan oksigen terlarut.


KESIMPULAN
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa ekosistem sungai memiliki karakteristik pencampuran massa air secara menyeluruh, tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena umum, yang terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat mempengaruhi oleh ketiga variabel tersebut. Adanya aliran air yang searah sehingga memungkinkan adanya perubahan fisik dan kimia di dalamnya yang berlangsung secara terus menerus. Serta memiliki faktor pembatas berupa suhu, kecepatan arus, debit, DO, CO2 bebas, pH, alkalinitas, densisitas dan diversitas plankton.
Pengambilan data pada praktikum ini menggunakan alat ukur secara langsung. Ada juga yang menggunakan metode Alkalimetri, metode Shannon-Wiener dan metode Winkler. Parameter yang ada sangat berpengaruh terhadap komunitas biota perairan. Contohnya semakin tinggi CO2nya maka tingkat deversitas plankton rendah. Berdasarkan klasifikasi kualitas perairan dengan acuan indeks diversitas Shannon-Wiener, stasiun terbaik dengan kualitas perairan paling baik adalah stasiun dua dan tiga.

DAFTAR PUSTAKA

Apridayanti, Eka. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk  Lohor Kabupaten Jawa Timur (Tesis dipublikasikan). Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Barrus, E. 2002. Klasifikasi Air Berdasarkan Nilai Salinitasnya. PT Penebar Swadaya. Jakarta
Effendi.2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Irwan. 1992. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta. Bumi Aksara
Kottelat, M., Whitten, J. A., Wirjoatmodjo, S. & Kartikasari, S. N. 1996. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta. Periplus Edition. Ltd.
Mc Naughton, S. J., and L. L. Wolf. 1979. General Ecology. Saunders College Publishing           
Nybakken, j. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. Gramedia
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University press. Yogyakarta
Pratiwi, et al. 2004. Panduan Pengukuran Kualitas Air Sungai. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Salmin, 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap. Goba. Muara
Siregar, Azrul. 2004. Materi Kuliah Limnologo,  Jurusan Perikana dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Wibisono. 2005. Hikmah Kelimpahan Plankton. Universitas Sumatera Utara. Medan