LAPORAN
PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
EKOSISTEM
SUNGAI
VIKA
TARI RAMADHANTY
16/394254/PN/14493
BUDIDAYA
PERIKANAN
Intisari
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang
terbentuk dikarenakan hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Perairan sungai adalah suatu perairan
yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga
digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). Kecepatan arus, erosi,
dan sedimentasi merupakan fenomena umum, yang terjadi di sungai sehingga
kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat mempengaruhi oleh ketiga variabel
tersebut. Tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari
cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, biologik suatu
perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan
komunitas biota perairan makrobentos, serta mempelajari kualitas perairan
sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan. Praktikum ekologi perairan
ekosistem sungai dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 13.30 sampai
selesai di Sungai Tambak Bayan, Seturan, Yogyakarta. Lokasi pengamatan dibagi
menjadi tiga stasiun pengamatan. Masing-masing stasiun mengukur berbagai
parameter perairan yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecepatan arus,
debit), parameter kimia (DO, CO2 bebas, pH, alkalinitas), dan
parameter biologi (plankton). Hal tersebut digunakan untuk mengukur kualitas
air masing-masing stasiun berdasarkan indeks deversitas plankton. Berdasarkan
hasil yang diperoleh parameter fisik terukur suhu udara tertinggi 300C
dan suhu air tertinggi 280C. Kecepatan arus air tertinggi 1,1
m/s dan debit tertinggi 3.028 m3/s. DO tertinggi diperoleh 7,4 ppm,
CO2 bebas 8 ppm dan pH perairan tertinggi 7,1 serta alkalinitas
air 97 ppm. Densitas plankton tertinggi pada stasiun tiga 3856 idv/L dan
terendah pada stasiun satu 2410 idv/L sedangkan diversitas plankton tertinggi
pada stasiun tiga 3,625 dan terendah pada stasiun pertama 2,52.Pada stasiun
satu dan dua kualitas air kurang begitu baik yang ditandai dengan kurangnya
indeks deversitas biota, sedangkan stasiun dua dan tiga kualitas airnya relatif
baik dengan tingginya indeks deversitas plankton.
Kata kunci: Alkalinitas, densitas,
deversitas, DO, ekosistem, sungai
PENDAHULUAN
Indonesia sendiri hampir semua wilayahnya mempunyai ekosistem
sungai. Hal ini karena setiap pulau yang ada di Indonesia mempunyai sungai.
Beberapa sungai yang terkenal dan sekaligus menjadi ekosistem sungai yang besar
anatara lain adalah Sungai Mahakam, Sungai Kapuas, Sungai Musi, Sungai Bengawan
Solo, dan lain sebagainya. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk
dikarenakan hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Komponen pembentuk ekosistem adalah komponen
abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah komponen yang tidak hidup yaitu
komponen fisik dan kimia yang medium atau substrat sebagai tempat
berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Komponen biotik adalah
istilah yang digunakan untuk menyebut suatu organisme. Komponen biotik
merupakan suatu komponen yang menyusun ekosistem selain komponen abiotik.
Ekosistem merupakan tingkat yang lebih tinggi dari
komunitas atau merupakan satu kesatuan dari suatu komunitas dengan
lingkungannya dimana terjadi hubunan antara keduanya (Irwan,1992). Sungai
adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu,
berasal dari air tanah, air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut. Perairan
sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran
yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan
lotik) (Effendi, 2003). Ekosistem sungai dihuni oleh berbagai macam organisme.
Menurut Noughton ( 1979 ) penghuni ekosistem sungai antara lain :
1. Neuston
(meliputi organisme yang aktif di permukaan air )
2. Plankton
(meliputi semua organisme mikroskopik yang melayang-layang dalam air )
3. Nekton
(meliputi berbagai organisme akuatik yang dapat bergerak atau berenang bebas)
4. Bentos
(meliputi organisme khususnya hewan yang hidup atau aktif di dasar perairan)
5. Peropiton
(meliputi organisme yang hidup menempel pada benda atau organisme lain)
Ekosistem
lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa. Zona dimulai dengan zona krenal
(mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu dan yang selanjutnya aliran dan
beberapa mata air akan membentuk di pegunungan yang disebut zona rithal,
ditandai relief aliran sungai yang terjal. Adanya perbedaan keterjalan dan
topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu
sampai hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai dengan kecepatan arus yang
tinggi dan kecepatan arus tersebut akan berkurang pada aliran sungai yang mendekati
daerah hilir (Barrus, 2002).
Air adalah media tempat
semua organisme air yang merupakan elemen dasar penyusun dari tumbuhan dan
hewan. Air juga merupakan medium tempat terjadinya reaksi kimia baik di dalam
maupun di luar organisme hidup (Nybakken, 1988). Salah satu faktor pembatas
yang penting di dalam ekosistem sungai adalah arus air dan debit air. Semakin
besar ukuran batu dasar dan semakin banyak curah hujan, semakin cepat
pengukuran air, semakin kuat, dan kecepatan arus cepat, sehingga dapat mempengaruhi
debit air (Effendi, 2003).
Volume sungai mempengaruhi jumlah biota yang
hidup di dalamnya. Semakin panjang dan lebar serta dalam ukuran sungai, maka
semakin banyak jumlah biota yang menempatinya (Kottelat et al, 1996). Tak hanya
itu, semakin tinggi kecepatan arus , kandungan oksigen terlarut dalam air yang
sangat dibutuhkan oleh biota air dalam metabolismenya akan semakin banyak.
Kecepatan arus akan berkurang seiring dengan penambahan kedalaman suatu
perairan (Siregar, 2004). Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran
dan kelebaran dasarnya (Odum, 1993).
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya. Mempelajari
cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, biologik suatu
perairan. Mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan
komunitas biota perairan makrobentos. Mempelajari kualitas perairan sungai
berdasarkan indeks diversitas biota perairan.
METODE
Praktikum ekologi perairan dilaksanakan di Sungai Tambak
Bayan Seturan, DIY pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 13.30-selesai. Jumlah
stasiun pada praktikum kali ini yaitu tiga stasiun. Parameter yang diuji yaitu
parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit), kimia (DO,
CO2 bebas, alkalinitas serta pH), dan biologi (densitas dan
deversitas biota perairan plankton).
Alat yang digunakan yaitu bola tenis meja, stopwatch,
rollmeter, meteran kain/penggaris, termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas
ukur, pipet ukur, pipet tetes, mikrobiuret, ember plastik, petersen grab, plot
kayu, tongkat bambu, saringan, pH meter, planktonnet, mikroskop, kertas label,
dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu kertas pH atau pH meter, larutan
MnSO4, larutan Reagen oksigen, larutan H2SO4 pekat,
larutan 1/40 N Na2S2O3, larutan 1/44 N NaOH, larutan
1/50 N H2SO4, larutan 1/50 N HCL, larutan indikator
amilum, larutan indicator Phenolphphtalein (PP), larutan indikator Methyl
Orange (MO, larutan 4 % formalin.
Metode yang digunakan dalam praktikum ekosistem sungai
yaitu dalam hal pengukuran suhu menggunakan termometer, kecepatan arus
menggunakan metode bola yang hanyut terbawa arus dan hitung jarak dan waktu
tempuhnya. Metode untuk pengukuran debit yaitu dengan mengalirkan menghitung
panjang, kedalaman, lebar, dan subtrat dasar perairan. Kandungan O2
terlarut (DO atau Dissolved Oxygen) menggunakan metode winkler, dengan
rumus perhitungan sebagai berikut : Kandungan O2 terlarut =
dengan Y merupakan banyaknya larutan 1/80 N Na2S2O3
yang digunakan untuk titrasi dari awal hingga akhir. Kandungan CO2 bebas
menggunakan metode alkalimetri, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Kandungan CO2 =
dengan C
sebagai larutan 1/44 N NaOH yang digunakan dalam titrasi. Alkalinititas, juga
menggunakan metode alkalimetri, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :


Kandunga CO3ˉ =
(=X). Kandungan HCO3ˉ =
(=Y). Alkalinitas total = (X) + (Y) mg/l. Indeks
diversitas plankton dihitung menggunakan rumus Shanon-Wienner: H =
2
dimana H adalah indeks keanekaragam, ni merupakan
cacah individu suatu genus dan N adalah cacah individu seluruh genera.




HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
HASIL
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Sungai Gol : A4.1
|
|||
Parameter
|
Stasiun
|
||
1
|
2
|
3
|
|
Suhu
Udara (°C)
|
28.6
|
29.5
|
30
|
Suhu
Air (°C)
|
27.6
|
27
|
28
|
Arus
Air (m/s)
|
1.1
|
0.832
|
0.86
|
Debit
Air (m3/s)
|
2.43
|
3.028
|
2.516
|
DO
(ppm)
|
7.4
|
5.705
|
6
|
CO2(ppm)
|
8
|
6.8
|
5
|
Alkalinitas
(ppm)
|
97
|
93
|
48
|
pH
|
6.95
|
7.1
|
6.95
|
diversitas
plankton
|
2.52
|
3.45
|
3.625
|
Densitas
plankton (indv/L)
|
2410
|
2651
|
3856
|
Vegetasi
sungai
|
Pohon pisang,
pohon bambu, dan semak-semak
|
Pohon
pisang, semak-semak, tumbuhan hijau
|
Pohon
pisang, pohon bambu, dan rumput
|
2.
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan
vegetasi sungai di masing-masing stasiun, sepanjang sungai Tambak Bayan di
tumbuhi dengan berbagai macam tanaman. Daerah pengamatan stasiun 1 ditumbuhi pohon
pisang, pohon bambu, dan semak-semak. Sungai yang diamati pada stasiun 1 sangat
jernih, dan terlihat batu-batu kecil pada dasarnya. Aktivitas di stasiun 1 yaitu
terdapat aktivitas warga yang membuka usaha warung makan. Daerah pengamatan stasiun
2 ditumbuhhi
pohon pisang, semak-semak, tumbuhan hijau kegiatan masyarak disitu yaitu ada yang mandi
di sungai, dan sungai dipakai untuk kegiatan
memancing. Aktivitas masyarakat di stasiun 3 yaitu ada penambangan
pasir, kegiatan memancing dan untuk mandi anak-anak. Parameter fisika dilakukan
perhitungan suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit air sungai. Parameter
kimia meliputi DO, kandungan CO2 bebas, alkalinitas dan pengukuran
pH. Masing-masing stasiun yang diamati didapatkan hasil yang berbeda-beda.
2.1.
Parameter Fisik
2.1.1.
Suhu Udara dan
Air
Grafik Suhu
![]() |
Berdasarkan grafik suhu udara vs
stasiun, suhu udara teringgi berada pada stasiun tiga yaitu 30°C sedangkan suhu
udara terendah berada pada stasiun satu yaitu 28,6°C. Semakin tinggi suatu
tempat maka suhu udaranya semakin rendah. Ketinggian dari semua stasiun adalah
sama namun terdapat perbedaan suhu, hal ini dikarenakan adanya vegetasi yang
tumbuh di sekitar stasiun. Semakin rimbun vegetasi maka semakin rendah suhu
udaranya(Pratiwi, 2004). Air dapat menyerap panas dengan mudah
dan menahan panas lebih lama, sehingga kapasitas panas dalam air cenderung
tetap. Suhu air yang lebih tinggi dari suhu udara, disebabkan karena air
memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi sehingga mampu menyimpan panas
lebih lama dibandingkan molekul udara (Effendi,2003). Berdasarkan grafik suhu
air vs stasiun, dapat diketahui tidak ada stasiun yang cocok dengan teorinya
karena suhu air lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara. Hal ini mungkin
terjadi karena saat pengukuran suhu, cuacanya berubah-ubah, dan mungkin karena
kesalahan praktikan dalam menggunakan atau membaca termometer.
2.1.2. Arus
Air
Grafik Arus Air
![]() |
Kecepatan
arus air mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton merupakan organisme
akuatik mikroskopik yang biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak
bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus
(Wibisono,2005). Stasiun satu mempunyai kecepatan arus 1,1 m/s. Kecepatan arus
untuk stasiun dua 0,832 m/s. Sedangkan untuk stasiun tiga kecepatan arus 0,86
m/s. Stasiun satu memiliki kecepatan arus yang relatif tinggi karena topografi
dasar perairannya berbatu. Sehingga stasiun satu memiliki kecepatan arus
tinggi, stasiun tiga agak rendah, kemudian stasiun dua meskipun tidak jauh
berbeda dari stasiun tiga.
2.1.3. Debit
Air
Grafik Debit Air
![]() |
Debit
air mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton merupakan organisme
akuatik mikroskopik yang biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak
bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus
(Wibisono,2005). Stasiun satu mempunyai debit air sebesar 2,43 m3/s.
Debit air untuk stasiun dua 3,028 m3/s. Sedangkan untuk stasiun tiga
debit airnya sebesar 2,516 m3/s.
Debit air stasiun dua memiliki debit tertinggi kemungkinan pada lokasi ini
memiliki kedalaman perairan yang relatif dalam dibandingkan stasiun satu dan
tiga. Nilai debit air juga dipengaruhhi oleh perbedaan pada subtrat di perairan
itu sendiri.
2.2.
Parameter Kimia
2.2.1. DO(Oksigen
terlarut)

Berdasarkan grafik
DO vs stasiun pengamatan, dapat diketahui nilai DO tertinggi berada pada
stasiun satu sedangkan nilai DO terendah berada pada stasiun dua. DO yang ada
dihasilkan oleh fitoplankton yang melakukan fotosintesis. Sumber utama oksigen
dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan
hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Namun dalam pengamatan jumlah deversitas plankton lebih tinggi pada stasiun
tiga,seharusnya nilai DO pada stasiun tiga paling tinggi dibandingkan stasiun
satu dan. Kesalahan dalam penentukan nilai DO mungkin dikarenakan dalam
melakukan pengukaran DO menggunakan metode winkler praktikan melakukan kesalahan.
2.2.2. Kadar
CO2 Bebas
Grafik CO2 Bebas
![]() |
Berdasarkan grafik CO2,
dapat diketahui CO2 bebas paling tinggi pada stasiun satu. Hal ini
juga berkaitan dengan fitoplankton yang ada dalam perairan karena fitoplankton
dapat melakukan fotosintesis. Fotosintesis membutuhkan CO2 untuk
sumber karbon dan akan menghasilkan O2. CO2 yang bernilai
nol menunjukkan keberlimpahan fitoplankton tinggi karena semua CO2
digunakan untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan O2 yang
banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut (Salmin, 2000). Sehingga grafik CO2 berbanding terbalik
dengan grafik DO. Nilai CO2 yang paling rendah adalah stasiun tiga, hal ini
sesuai dengan deversitas plankton yang juga paling tinggi stasiun tiga.
2.2.3. Alkalinitas
Grafik
Alkalinitas

Berdasarkan
grafik alkalinitas, tingkat alkalinitas tertinggi di stasiun satu dan yang
terendah ada di stasiun tiga. Alkalinitas merupakan kemampuan air untuk
mempertahankan pH. Alkalinitas
diperlukan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH
perairan (Effendi, 2003). Oleh sebab itu alkalinitas dan pH menjadi saling
berkaitan karena sifatnya yang berbandng lurus. Pada stasiun satu
alkalinitasnya yaitu 97 ppm. Pada stasiun dua besar alkalinitasnya yaitu 93
ppm. Pada stasiun tiga alkalinitasnya yaitu 48 ppm. Berdasarkan data pengamatan nilai untuk
alkalinitas dan pH tidak berbanding lurus. Kesalahan ini mungkin terjadi karena
dalam melakukan pengamatan praktikan melakukan kesalahan baik dalam mengukur
alkalinitas dengan metode alkalimetri atau dalam menentukan nilai pHnya.
2.2.4. PH
Grafik pH
![]() |
Derajat
keasaman (pH) suatu perairan sering digunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan kualitas air sebagai media hidup. Karena pH sangat berpengaruh
terhadap berbagai metabolisme dan proses fisiologis di dalam tubuh makhluk
hidup. Derajat keasaman yang dianjurkan adalah sebesar 7 (netral). Kadar pH
yang terlampau jauh dari batas netral akan mengganggu sistem regulasi dalam
tubuh organisme. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2
maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan
nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan
tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006). Tingkat pH
lebih kecil dari 4, 8 dan lebih besar dari 9, 2 sudah dapat dianggap tercemar. Berdasarkan grafik pH, tingkat pH tertinggi di stasiun
dua. Stasiun satu dan tiga memiliki nilai pH yang sama. Stasiun satu dan tiga memiliki nilai pH sebesar
6,95. Stasiun dua memiliki pH 7,1. Alkalinitas diperlukan sebagai kapasitas
penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan (Effendi, 2003).
Oleh sebab itu alkalinitas dan pH menjadi saling berkaitan karena sifatnya yang
berbandng lurus. Berdasarkan data pengamatan nilai untuk alkalinitas dan pH tidak
berbanding lurus. Kesalahan ini mungkin terjadi karena dalam melakukan
pengamatan praktikan melakukan kesalahan baik dalam mengukur alkalinitas dengan
metode alkalimetri atau dalam menentukan nilai pHnya.
2.3.
Parameter Biologi
2.3.1
Diversitas Plankton
Grafik
Diversitas Plankton
![]() |
Berdasarkan
grafik di atas dapat diketahui bahwa diversitas plankton tertinggi berada pada
stasiun tiga yaitu 3,625 sedangkan diversitas plankton terendah berada pada
stasiun satu 2,52. Stasiun 1 memiliki nilai diversitas plankton sebesar 2,52.
Tabel klasifikasi kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas
Shannon-Wiener dapat dilihat sebagai berikut:
Tolok ukur
|
Kualitas pencemaran
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
Sangat buruk
|
Buruk
|
sedang
|
Baik
|
Sangat baik
|
|
Indeks diversitas
|
≤ 0,80
|
0,81-1,60
|
1,61-2,40
|
2,41-3,20
|
≥ 3,21
|
(Probosunu, 2008)
Kemudian
untuk klasifikasi derajat pencemaran berdasarkan indeks diversitas
Shannon-Wiener dapat dilihat pada tabel berikut:
Tolok ukur
|
Derajat pencemaran
|
|||
Belum tercemar
|
Tercemar ringan
|
Tercemar sedang
|
Tercemar berat
|
|
Indeks diversitas
|
>2,0
|
1,6-2,0
|
1,0-1,5
|
<1,0
|
(Sumber :
Lee, et al (1978) dalam Probosunu (2008)
Berdasarkan
indeks diversitas Shannon-Wiener kedua dapat diketahui bahwa semua stasiun
belum tercemar karena indeks diversitasnya lebih dari 2. Untuk kualitas
perairannya stasiun satu baik, stasiun dua dan tiga sangat baik.
2.3.2
Densisitas Plankton
Grafik
Densitas Plankton
![]() |
Berdasarkan
nilai densitas plankton paling tinggi di stasiun tiga sebesar 3856 indv/L dan
paling rendah di sasiun satu sebesar 2410 indv/L. Kelimpahan plankton yang berbeda-beda pada setiap stasiun
ini disebabkan oleh berbagai
faktor fisika-kimia lingkungan perairannya. Menurut Apridayanti (2008), faktor
kimia dan fisika lingkungan suatu perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup fitoplankton sebagai produsen
utama di ekosistem perairan. Faktor lingkungan
perairan yang dapat mempengaruhi keberadaan plankton yaitu suhu, kecerahan,
derajat keasaman (pH), karbondioksida (CO2), dan oksigen terlarut.
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa ekosistem
sungai memiliki karakteristik pencampuran massa air secara
menyeluruh, tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom. Kecepatan arus, erosi,
dan sedimentasi merupakan fenomena umum, yang terjadi di sungai sehingga
kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat mempengaruhi oleh ketiga variabel
tersebut. Adanya aliran air yang searah sehingga memungkinkan adanya perubahan
fisik dan kimia di dalamnya yang berlangsung secara terus menerus. Serta memiliki
faktor pembatas berupa suhu, kecepatan arus, debit, DO, CO2 bebas, pH, alkalinitas,
densisitas dan diversitas plankton.
Pengambilan data pada praktikum ini menggunakan alat
ukur secara langsung. Ada juga yang menggunakan metode Alkalimetri, metode
Shannon-Wiener dan metode Winkler. Parameter yang ada sangat berpengaruh
terhadap komunitas biota perairan. Contohnya semakin tinggi CO2nya maka tingkat
deversitas plankton rendah. Berdasarkan klasifikasi kualitas perairan dengan
acuan indeks diversitas Shannon-Wiener, stasiun terbaik dengan kualitas
perairan paling baik adalah stasiun dua dan tiga.
DAFTAR PUSTAKA
Apridayanti,
Eka. 2008. Evaluasi Pengelolaan
Lingkungan Perairan Waduk Lohor
Kabupaten Jawa Timur (Tesis dipublikasikan). Program Magister Ilmu
Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Barrus, E. 2002. Klasifikasi Air Berdasarkan Nilai Salinitasnya. PT Penebar Swadaya.
Jakarta
Effendi.2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan
Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta.
Irwan. 1992. Ekosistem Komunitas dan
Lingkungan. Jakarta. Bumi Aksara
Kottelat, M., Whitten, J. A., Wirjoatmodjo, S. & Kartikasari,
S. N. 1996. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta. Periplus
Edition. Ltd.
Mc Naughton, S. J., and
L. L. Wolf. 1979. General Ecology. Saunders College Publishing
Nybakken, j. W. 1988. Biologi Laut.
Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. Gramedia
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University press. Yogyakarta
Pratiwi, et al. 2004. Panduan Pengukuran Kualitas Air Sungai.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Salmin, 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap. Goba. Muara
Siregar, Azrul. 2004. Materi Kuliah Limnologo, Jurusan Perikana dan Kelautan Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto
Wibisono. 2005. Hikmah Kelimpahan Plankton. Universitas Sumatera Utara. Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar