vica

Cartoon Toad Jumping Up and Down

Senin, 11 September 2017

laporan ekosistem sungai



LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
EKOSISTEM SUNGAI
VIKA TARI RAMADHANTY
16/394254/PN/14493
BUDIDAYA PERIKANAN


Intisari
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena umum, yang terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat mempengaruhi oleh ketiga variabel tersebut.  Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai  dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, biologik suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan komunitas biota perairan makrobentos, serta mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan. Praktikum ekologi perairan ekosistem sungai dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 13.30 sampai selesai di Sungai Tambak Bayan, Seturan, Yogyakarta. Lokasi pengamatan dibagi menjadi tiga stasiun pengamatan. Masing-masing stasiun mengukur berbagai parameter perairan yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecepatan arus, debit), parameter kimia (DO, CO2 bebas, pH, alkalinitas), dan parameter biologi (plankton). Hal tersebut digunakan untuk mengukur kualitas air masing-masing stasiun berdasarkan indeks deversitas plankton. Berdasarkan hasil yang diperoleh parameter fisik terukur suhu udara tertinggi 300C dan  suhu air tertinggi 280C. Kecepatan arus air tertinggi 1,1 m/s dan debit tertinggi 3.028 m3/s. DO tertinggi diperoleh 7,4 ppm, CO2 bebas 8 ppm dan pH perairan tertinggi 7,1 serta alkalinitas air 97 ppm. Densitas plankton tertinggi pada stasiun tiga 3856 idv/L dan terendah pada stasiun satu 2410 idv/L sedangkan diversitas plankton tertinggi pada stasiun tiga 3,625 dan terendah pada stasiun pertama 2,52.Pada stasiun satu dan dua kualitas air kurang begitu baik yang ditandai dengan kurangnya indeks deversitas biota, sedangkan stasiun dua dan tiga kualitas airnya relatif baik dengan tingginya indeks deversitas plankton. 

Kata kunci: Alkalinitas, densitas, deversitas, DO, ekosistem, sungai




PENDAHULUAN
            Indonesia sendiri  hampir semua wilayahnya mempunyai ekosistem sungai. Hal ini karena setiap pulau yang ada di Indonesia mempunyai sungai. Beberapa sungai yang terkenal dan sekaligus menjadi ekosistem sungai yang besar anatara lain adalah Sungai Mahakam, Sungai Kapuas, Sungai Musi, Sungai Bengawan Solo, dan lain sebagainya. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Komponen pembentuk ekosistem adalah komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah komponen yang tidak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang medium atau substrat sebagai tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Komponen biotik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu organisme. Komponen biotik merupakan suatu komponen yang menyusun ekosistem selain komponen abiotik.
            Ekosistem merupakan tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan satu kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubunan antara keduanya (Irwan,1992). Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut. Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik) (Effendi, 2003). Ekosistem sungai dihuni oleh berbagai macam organisme. Menurut Noughton ( 1979 ) penghuni ekosistem sungai antara lain :
1.      Neuston (meliputi organisme yang aktif di permukaan air )
2.      Plankton (meliputi semua organisme mikroskopik yang melayang-layang dalam air )
3.      Nekton (meliputi berbagai organisme akuatik yang dapat bergerak atau berenang bebas)
4.      Bentos (meliputi organisme khususnya hewan yang hidup atau aktif di dasar perairan)
5.      Peropiton (meliputi organisme yang hidup menempel pada benda atau organisme lain)
Ekosistem lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa. Zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu dan yang selanjutnya aliran dan beberapa mata air akan membentuk di pegunungan yang disebut zona rithal, ditandai relief aliran sungai yang terjal. Adanya perbedaan keterjalan dan topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu sampai hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan berkurang pada aliran sungai yang mendekati daerah hilir (Barrus, 2002).
 Air adalah media tempat semua organisme air yang merupakan elemen dasar penyusun dari tumbuhan dan hewan. Air juga merupakan medium tempat terjadinya reaksi kimia baik di dalam maupun di luar organisme hidup (Nybakken, 1988). Salah satu faktor pembatas yang penting di dalam ekosistem sungai adalah arus air dan debit air. Semakin besar ukuran batu dasar dan semakin banyak curah hujan, semakin cepat pengukuran air, semakin kuat, dan kecepatan arus cepat, sehingga dapat mempengaruhi debit air (Effendi, 2003).
 Volume sungai mempengaruhi jumlah biota yang hidup di dalamnya. Semakin panjang dan lebar serta dalam ukuran sungai, maka semakin banyak jumlah biota yang menempatinya (Kottelat et al, 1996). Tak hanya itu, semakin tinggi kecepatan arus , kandungan oksigen terlarut dalam air yang sangat dibutuhkan oleh biota air dalam metabolismenya akan semakin banyak. Kecepatan arus akan berkurang seiring dengan penambahan kedalaman suatu perairan (Siregar, 2004). Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran dan kelebaran dasarnya (Odum, 1993).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai  dan faktor-faktor pembatasnya. Mempelajari cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, biologik suatu perairan. Mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan komunitas biota perairan makrobentos. Mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan. 
METODE
Praktikum ekologi perairan dilaksanakan di Sungai Tambak Bayan Seturan, DIY pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 13.30-selesai. Jumlah stasiun pada praktikum kali ini yaitu tiga stasiun. Parameter yang diuji yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit), kimia (DO, CO2 bebas, alkalinitas serta pH), dan biologi (densitas dan deversitas biota perairan plankton).
Alat yang digunakan yaitu bola tenis meja, stopwatch, rollmeter, meteran kain/penggaris, termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, mikrobiuret, ember plastik, petersen grab, plot kayu, tongkat bambu, saringan, pH meter, planktonnet, mikroskop, kertas label, dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu kertas pH atau pH meter, larutan MnSO4, larutan Reagen oksigen, larutan H2SO4 pekat, larutan 1/40 N Na2S2O3, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan 1/50 N HCL, larutan indikator amilum, larutan indicator Phenolphphtalein (PP), larutan indikator Methyl Orange (MO, larutan 4 % formalin.
Metode yang digunakan dalam praktikum ekosistem sungai yaitu dalam hal pengukuran suhu menggunakan termometer, kecepatan arus menggunakan metode bola yang hanyut terbawa arus dan hitung jarak dan waktu tempuhnya. Metode untuk pengukuran debit yaitu dengan mengalirkan menghitung panjang, kedalaman, lebar, dan subtrat dasar perairan. Kandungan O2 terlarut (DO atau Dissolved Oxygen) menggunakan metode winkler, dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Kandungan O2 terlarut =    dengan Y merupakan banyaknya larutan 1/80 N Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi dari awal hingga akhir. Kandungan CO2 bebas menggunakan metode alkalimetri, dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Kandungan CO2 dengan C sebagai larutan 1/44 N NaOH yang digunakan dalam titrasi. Alkalinititas, juga menggunakan metode alkalimetri, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Kandunga CO3ˉ  =           (=X). Kandungan HCO3ˉ = (=Y). Alkalinitas total = (X) + (Y) mg/l. Indeks diversitas plankton dihitung menggunakan rumus Shanon-Wienner: H =  2 dimana H adalah indeks keanekaragam, ni merupakan cacah individu suatu genus dan N adalah cacah individu seluruh genera.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1.      HASIL
Tabel 1.1  Hasil Pengamatan Sungai Gol : A4.1

Parameter

Stasiun
1
2
3
Suhu Udara (°C)
28.6
29.5
30
Suhu Air (°C)
27.6
27
28
Arus Air (m/s)
1.1
0.832
0.86
Debit Air (m3/s)
2.43
3.028
2.516
DO (ppm)
7.4
5.705
6
CO2(ppm)
8
6.8
5
Alkalinitas (ppm)
97
93
48
pH
6.95
7.1
6.95
diversitas plankton
2.52
3.45
3.625
Densitas plankton (indv/L)
2410
2651
3856
Vegetasi sungai
Pohon pisang, pohon bambu, dan semak-semak
Pohon pisang, semak-semak, tumbuhan hijau
Pohon pisang, pohon bambu, dan rumput




2.      PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan vegetasi sungai di masing-masing stasiun, sepanjang sungai Tambak Bayan di tumbuhi dengan berbagai macam tanaman. Daerah pengamatan stasiun 1 ditumbuhi pohon pisang, pohon bambu, dan semak-semak. Sungai yang diamati pada stasiun 1 sangat jernih, dan terlihat batu-batu kecil pada dasarnya. Aktivitas di stasiun 1 yaitu terdapat aktivitas warga yang membuka usaha warung makan. Daerah pengamatan stasiun 2 ditumbuhhi pohon pisang, semak-semak, tumbuhan hijau kegiatan masyarak disitu yaitu ada yang mandi di sungai, dan sungai dipakai untuk kegiatan  memancing. Aktivitas masyarakat di stasiun 3 yaitu ada penambangan pasir, kegiatan memancing dan untuk mandi anak-anak. Parameter fisika dilakukan perhitungan suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit air sungai. Parameter kimia meliputi DO, kandungan CO2 bebas, alkalinitas dan pengukuran pH. Masing-masing stasiun yang diamati didapatkan hasil yang berbeda-beda.
2.1.             Parameter Fisik
2.1.1.       Suhu Udara dan Air
Grafik Suhu


 













Berdasarkan grafik suhu udara vs stasiun, suhu udara teringgi berada pada stasiun tiga yaitu 30°C sedangkan suhu udara terendah berada pada stasiun satu yaitu 28,6°C. Semakin tinggi suatu tempat maka suhu udaranya semakin rendah. Ketinggian dari semua stasiun adalah sama namun terdapat perbedaan suhu, hal ini dikarenakan adanya vegetasi yang tumbuh di sekitar stasiun. Semakin rimbun vegetasi maka semakin rendah suhu udaranya(Pratiwi, 2004). Air dapat menyerap panas dengan mudah dan menahan panas lebih lama, sehingga kapasitas panas dalam air cenderung tetap. Suhu air yang lebih tinggi dari suhu udara, disebabkan karena air memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi sehingga mampu menyimpan panas lebih lama dibandingkan molekul udara (Effendi,2003). Berdasarkan grafik suhu air vs stasiun, dapat diketahui tidak ada stasiun yang cocok dengan teorinya karena suhu air lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara. Hal ini mungkin terjadi karena saat pengukuran suhu, cuacanya berubah-ubah, dan mungkin karena kesalahan praktikan dalam menggunakan atau membaca termometer.







2.1.2.       Arus Air
Grafik Arus Air


 








Kecepatan arus air mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton merupakan organisme akuatik mikroskopik yang biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus (Wibisono,2005). Stasiun satu mempunyai kecepatan arus 1,1 m/s. Kecepatan arus untuk stasiun dua 0,832 m/s. Sedangkan untuk stasiun tiga kecepatan arus 0,86 m/s. Stasiun satu memiliki kecepatan arus yang relatif tinggi karena topografi dasar perairannya berbatu. Sehingga stasiun satu memiliki kecepatan arus tinggi, stasiun tiga agak rendah, kemudian stasiun dua meskipun tidak jauh berbeda dari stasiun tiga.
2.1.3.       Debit Air

Grafik Debit Air


 












Debit air mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton merupakan organisme akuatik mikroskopik yang biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus (Wibisono,2005). Stasiun satu mempunyai debit air sebesar 2,43 m3/s. Debit air untuk stasiun dua 3,028 m3/s. Sedangkan untuk stasiun tiga debit airnya sebesar 2,516  m3/s. Debit air stasiun dua memiliki debit tertinggi kemungkinan pada lokasi ini memiliki kedalaman perairan yang relatif dalam dibandingkan stasiun satu dan tiga. Nilai debit air juga dipengaruhhi oleh perbedaan pada subtrat di perairan itu sendiri.
2.2.             Parameter Kimia
2.2.1.       DO(Oksigen terlarut)
Grafik DO







Berdasarkan grafik DO vs stasiun pengamatan, dapat diketahui nilai DO tertinggi berada pada stasiun satu sedangkan nilai DO terendah berada pada stasiun dua. DO yang ada dihasilkan oleh fitoplankton yang melakukan fotosintesis. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Namun dalam pengamatan jumlah deversitas plankton lebih tinggi pada stasiun tiga,seharusnya nilai DO pada stasiun tiga paling tinggi dibandingkan stasiun satu dan. Kesalahan dalam penentukan nilai DO mungkin dikarenakan dalam melakukan pengukaran DO menggunakan metode winkler  praktikan melakukan kesalahan.







2.2.2.       Kadar CO2 Bebas
Grafik CO2 Bebas


 







            Berdasarkan grafik CO2, dapat diketahui CO2 bebas paling tinggi pada stasiun satu. Hal ini juga berkaitan dengan fitoplankton yang ada dalam perairan karena fitoplankton dapat melakukan fotosintesis. Fotosintesis membutuhkan CO2 untuk sumber karbon dan akan menghasilkan O2. CO2 yang bernilai nol menunjukkan keberlimpahan fitoplankton tinggi karena semua CO2 digunakan untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan O2 yang banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Sehingga grafik CO2 berbanding terbalik dengan grafik DO. Nilai CO2 yang paling rendah adalah stasiun tiga, hal ini sesuai dengan deversitas plankton yang juga paling tinggi stasiun tiga.
2.2.3.       Alkalinitas
Grafik Alkalinitas
 







Berdasarkan grafik alkalinitas, tingkat alkalinitas tertinggi di stasiun satu dan yang terendah ada di stasiun tiga. Alkalinitas merupakan kemampuan air untuk mempertahankan pH. Alkalinitas diperlukan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan (Effendi, 2003). Oleh sebab itu alkalinitas dan pH menjadi saling berkaitan karena sifatnya yang berbandng lurus. Pada stasiun satu alkalinitasnya yaitu 97 ppm. Pada stasiun dua besar alkalinitasnya yaitu 93 ppm. Pada stasiun tiga alkalinitasnya yaitu 48 ppm.  Berdasarkan data pengamatan nilai untuk alkalinitas dan pH tidak berbanding lurus. Kesalahan ini mungkin terjadi karena dalam melakukan pengamatan praktikan melakukan kesalahan baik dalam mengukur alkalinitas dengan metode alkalimetri atau dalam menentukan nilai pHnya.

2.2.4.       PH
Grafik pH


 












Derajat keasaman (pH) suatu perairan sering digunakan sebagai petunjuk  untuk menyatakan kualitas air sebagai media hidup. Karena pH sangat berpengaruh terhadap berbagai metabolisme dan proses fisiologis di dalam tubuh makhluk hidup. Derajat keasaman yang dianjurkan adalah sebesar 7 (netral). Kadar pH yang terlampau jauh dari batas netral akan mengganggu sistem regulasi dalam tubuh organisme. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006). Tingkat pH lebih kecil dari 4, 8 dan lebih besar dari 9, 2 sudah dapat dianggap tercemar. Berdasarkan grafik pH, tingkat pH tertinggi di stasiun dua. Stasiun satu dan tiga memiliki nilai pH yang sama. Stasiun satu dan tiga memiliki nilai pH sebesar 6,95. Stasiun dua memiliki pH 7,1. Alkalinitas diperlukan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan (Effendi, 2003). Oleh sebab itu alkalinitas dan pH menjadi saling berkaitan karena sifatnya yang berbandng lurus. Berdasarkan data pengamatan nilai untuk alkalinitas dan pH tidak berbanding lurus. Kesalahan ini mungkin terjadi karena dalam melakukan pengamatan praktikan melakukan kesalahan baik dalam mengukur alkalinitas dengan metode alkalimetri atau dalam menentukan nilai pHnya.

2.3.              Parameter Biologi
2.3.1    Diversitas Plankton
Grafik Diversitas Plankton


 







                       
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa diversitas plankton tertinggi berada pada stasiun tiga yaitu 3,625 sedangkan diversitas plankton terendah berada pada stasiun satu 2,52. Stasiun 1 memiliki nilai diversitas plankton sebesar 2,52. Tabel klasifikasi kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener dapat dilihat sebagai berikut:
Tolok ukur
Kualitas pencemaran
1
2
3
4
5
Sangat buruk
Buruk
sedang
Baik
Sangat baik
Indeks diversitas
≤ 0,80
0,81-1,60
1,61-2,40
2,41-3,20
≥ 3,21





                                    (Probosunu, 2008)
Kemudian untuk klasifikasi derajat pencemaran berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener dapat dilihat pada tabel berikut:
Tolok ukur
Derajat pencemaran
Belum tercemar
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Indeks diversitas
>2,0
1,6-2,0
1,0-1,5
<1,0
(Sumber : Lee, et al (1978) dalam Probosunu (2008)
Berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener kedua dapat diketahui bahwa semua stasiun belum tercemar karena indeks diversitasnya lebih dari 2. Untuk kualitas perairannya stasiun satu baik, stasiun dua dan tiga sangat baik.
2.3.2    Densisitas Plankton

Grafik Densitas Plankton


 








Berdasarkan nilai densitas plankton paling tinggi di stasiun tiga sebesar 3856 indv/L dan paling rendah di sasiun satu sebesar 2410 indv/L.  Kelimpahan plankton yang berbeda-beda pada setiap stasiun ini disebabkan oleh  berbagai faktor fisika-kimia lingkungan perairannya. Menurut Apridayanti (2008), faktor kimia dan fisika lingkungan suatu perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup fitoplankton sebagai produsen utama di ekosistem perairan. Faktor lingkungan perairan yang dapat mempengaruhi keberadaan plankton yaitu suhu, kecerahan, derajat keasaman (pH), karbondioksida (CO2), dan oksigen terlarut.


KESIMPULAN
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa ekosistem sungai memiliki karakteristik pencampuran massa air secara menyeluruh, tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena umum, yang terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat mempengaruhi oleh ketiga variabel tersebut. Adanya aliran air yang searah sehingga memungkinkan adanya perubahan fisik dan kimia di dalamnya yang berlangsung secara terus menerus. Serta memiliki faktor pembatas berupa suhu, kecepatan arus, debit, DO, CO2 bebas, pH, alkalinitas, densisitas dan diversitas plankton.
Pengambilan data pada praktikum ini menggunakan alat ukur secara langsung. Ada juga yang menggunakan metode Alkalimetri, metode Shannon-Wiener dan metode Winkler. Parameter yang ada sangat berpengaruh terhadap komunitas biota perairan. Contohnya semakin tinggi CO2nya maka tingkat deversitas plankton rendah. Berdasarkan klasifikasi kualitas perairan dengan acuan indeks diversitas Shannon-Wiener, stasiun terbaik dengan kualitas perairan paling baik adalah stasiun dua dan tiga.

DAFTAR PUSTAKA

Apridayanti, Eka. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk  Lohor Kabupaten Jawa Timur (Tesis dipublikasikan). Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Barrus, E. 2002. Klasifikasi Air Berdasarkan Nilai Salinitasnya. PT Penebar Swadaya. Jakarta
Effendi.2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Irwan. 1992. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta. Bumi Aksara
Kottelat, M., Whitten, J. A., Wirjoatmodjo, S. & Kartikasari, S. N. 1996. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta. Periplus Edition. Ltd.
Mc Naughton, S. J., and L. L. Wolf. 1979. General Ecology. Saunders College Publishing           
Nybakken, j. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. Gramedia
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University press. Yogyakarta
Pratiwi, et al. 2004. Panduan Pengukuran Kualitas Air Sungai. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Salmin, 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap. Goba. Muara
Siregar, Azrul. 2004. Materi Kuliah Limnologo,  Jurusan Perikana dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Wibisono. 2005. Hikmah Kelimpahan Plankton. Universitas Sumatera Utara. Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar