EKOSISTEM
ESTUARI
Vika
Tari Ramadhanty
16/394254/PN/14493
Budidaya
Perikanan
Intisari
Estuari adalah
suatu badan air pantai yang semi tertutup yang berhubungan langsung dengan laut
terbuka sehingga perairan estuari dipengaruhi oleh pasang-surut air laut dan
air tawar yang berasal dari daratan. Secara khusus, komunitas estuari terdiri
dari campuran antara jenis-jenis endemik yang berasal dari dari laut dan
beberapa spesies dari air tawar yang memiliki kemampuan osmoregulasi yang
tinggi sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan salinitas yang
berfluktuasi. Tiram dan kepiting merupakan biota estuari yang merupakan spesies
spesies dari laut yang dapat beradaptasi dengan salinitas yang berfluktuasi (
Odum 1993). Kombinasi
pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilakan suatu komunitas yang khas,
dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000). Lingkungan
estuary merupakan kawasan yang sangat penting bagi hewan dan tumbuhan.
Pada daerah-daerah tropis seperti di lingkungan estuary umumnya di tumbuhi dengan
tumbuhan khas yang di sebut mangrove. Tujuan dari praktikum ini adalah
untuk mempelajari karakteristik
ekosistem estuari(muara) dan faktor pembatas-pembatasnya. Mempelajari korelasi
antara beberapa tolokukur lingkungan dengan populasi biota estuari. Dan untuk
mempelajari perairan estuari berdasarkan
atas indeks diversitas plankton. Praktikum ekosistem estuari dilaksanakan di
kawasan pesisir Baros, Tirtohargo, Kretek, Bantul pada tanggal 11 Maret 2017
pukul 10.00 WIB sampai selesai. Lokasi pengamatan dibagi menjadi 6 stasiun.
Jumlah stasiun pada praktikum kali ini yaitu 6 stasiun. Parameter yang diamati
yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecerahan, TSS), parameter kimia
(DO, CO2 bebas, PH, salinitas, BOD0, BOD5, BOD, dan bahan organik), dan
parameter biologi(plankton). Hal tersebut digunakan untuk mengukur kualitas air
masing-masing stasiun berdasarkan indeks diversitas plankto. Berdasarkan hasil
yang diperoleh parameter DO tertinggi diperoleh 6,1 ppm, BOD0 tertinggi diperoleh 7,95 ppm. BOD5
tertinggi diperoleh 0,8 ppm. BOD tertinggi diperoleh 7,15. Sedangkan diversitas plankton tertinggi pada
stasiun tiga 3 yaitu 4,84 dan terendah pada stasiun pertama 2,67. Berdasarkan
indeks acuan kualitas air dan pencemaran air, semua stasiun kualitasnya
perairannya baik dan belum tercemar.
Kata kunci: BOD,
Densitas, deversitas, DO, ekosistem, estuari, parameter, perairan, salinitas
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan salah satu negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia yaitu lebih
dari 13.000 pulau. Sebagai negara kepulauan yang cukup besar, Indonesia
memiliki garis pantai nomor dua terpanjang di dunia setelah Canada, dengan
garis panjang garis pantai lebih dari 81.000 km. Keadaan ini menyebabkan
kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia. Secara
umum, wilayah pesisir dapat didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara
ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam
suatu keseimbangan yang rentan. Secara alamiah potensi pesisir di daerah
dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan
tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan. Nelayan di pesisir
memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan
sebagainya untuk memenuhi kebutukan hidupnya. Pada umumnya potensi pesisir dan
kelautan yang di manfaatkan oleh nelayan terbatas pada upaya pemenuhan
kebutuhan hidup.
Wilayah
pesisir adalah suatu wilayah yang unik seperti adanya pasang surut, hutan
mangrove, terumbu karang, pantai, gelombang pasang dan pulau penghalang,
semuanya ini hanya terdapat di daerah pesisir. Lingkungan pesisir adalah batas
pertemuan antara darat dan laut, dan daerah ini meliputi wilayah sekitar 8% permukaan
bumi, merupakan daerah yang sangat beragam dan produktif teristimewa pada
perairan dangkal di wilayah daerah tropis (Birkeland 1983; Ray dan
McCormick-Ray 1994; Clark 1996).
Menurut
Clark (1977) dalam Anonymous(1987) secara fungsional perairan pesisir dibedakan
menjadi 3 mintakat yaitu: perairan estuari, perairan pantai, dan perairan
samudra. Estuari adalah suatu badan air pantai yang semi tertutup yang
berhubungan langsung dengan laut terbuka sehingga perairan estuari dipengaruhi
oleh pasang-surut air laut dan air tawar yang berasal dari daratan. Secara
khusus, komunitas estuari terdiri dari campuran antara jenis-jenis endemik yang
berasal dari dari laut dan beberapa spesies dari air tawar yang memiliki
kemampuan osmoregulasi yang tinggi sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan
dengan salinitas yang berfluktuasi. Tiram dan kepiting merupakan biota estuari
yang merupakan spesies spesies dari laut yang dapat beradaptasi dengan
salinitas yang berfluktuasi ( Odum 1993). Kombinasi pengaruh air laut dan air
tawar akan menghasilakan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang
bervariasi (Supriharyono, 2000), antara lain
·
Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut,
yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran
air dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
·
Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan
suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai
maupun air laut.
·
Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut
mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan
lingkungan sekelilingnya.
·
Tingkat kadar garam didaerah estuaria tergantung pada
pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta
topografi daerah estuaria tersebut.
Menurut Hutabarat dan Stewart (1985) ada 4 faktor yang dipercaya yang
menyebaban daerah estuari mempunyai nilai produktivitas tinggi yaitu :
- Disana tempat suatu penambahan bahan-bahan organik secara terus-menerus yang berasal dari daerah aliran sungai.
- Perairan estuarian umumnya adalah dangkal, sehingga cukup menerima sinar matahari untuk menyokong pertumbuhan tumbuh-tumbuhan yang sangat banyak.
- Daerah ini merupakan tempat yang relatif kecil menerima aksi gelombang, akibatnya detritus dapat menumpuk didalamnya dan.
- Aksi pasang selalu mengaduk bahan-bahan organik yang berbeda disekitar tumbuh-tumbuhan
Suhu air di daerah
estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar
daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang datang
(pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang
substratnya terekspos (Kinne, 1964).Suhu dan salinitas merupakan
parameter-parameter fisika yang penting untuk kehidupan organisme di perairan
laut dan payau. Parameter ini sangat spesifik di perairan estuaria. Kenaikan
suhu di atas kisaran toleransi organism dapat meningkatkan laju metabolisme,
seperti pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme
dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk
mempelajari karakteristik ekosistem estuari(muara) dan faktor
pembatas-pembatasnya. Mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan
dengan populasi biota estuari. Dan untuk mempelajari perairan estuari berdasarkan atas indeks diversitas plankton.
METODOLOGI
Praktikum ekosistem estuari dilaksanakan di kawasan
pesisir Baros, Tirtohargo, Kretek, Bantul pada tanggal 11 Maret 2017 pukul
07.00 WIB sampai selesai. Jumlah stasiun pada praktikum kali ini yaitu 6
stasiun. Parameter yang diamati yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air,
kecerahan), kimia(DO, CO2 bebas, salinitas, BOD5), biologi(plankton).
Alat yang digunakan pada prsktikum ini yaitu roll-meter,
termometer, refraktometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur,
buret, pipet tetes, mikroburet, ember plastik, jaring plankton, Sedgwick-Rafter
Counting Cell, mikroskop, kertas label, kertas alumunium, botol, kertas saring,
dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kertas PH atau
PH meter, larutan MnSo4, larutan reagenoksigen, larutanH2SO4 pekat, larutan
1/80 N Na2S2O2, larutan KOH-KI, larutan 1/40 N Na2s2o3, larutan1/44 N NaOH,
larutan 1/50 N H2SO4, larutan 1/50 N HCL, larutan indikator amilum, lartan
indikator Phenolphptalein(PP), larutan indikator Methyl Orange(MO), larutan
indikator Bromcresol Green/Methyl Red(BCG/MR), dan larutan 4% formalin.
Metode yang digunakan dalam praktikum ekosistem
estuari yaitu dalam hal pengukuran suhu menggunakan termometer, kecerahan
menggunakan Secchi disk yaitu menghitung jarak secchi disk terlihat dan tidak
terlihat. Pengukuran Kandungan padatan tersupsensi total(TSS) dengan metode
gravimetri, dengan rumus sebagai berikut: Kandungan TSS=
dimana Y adalah volume air sampel damal ml, A
adalah berat kertas saring sebelum digunakan, B adalah berat kertas saring
setelah digunakan dan dikeringkan. Pengukuran salinitas dengan mengunakan alat
refraktometer. Kandungan O2 terlarut (DO atau Dissolved Oxygen)
menggunakan metode winkler, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Kandungan O2 terlarut =
dengan Y merupakan banyaknya larutan 1/80 N Na2S2O3
yang digunakan untuk titrasi dari awal hingga akhir. Kandungan CO2 bebas menggunakan metode alkalimetri,
dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Kandungan CO2 =
dengan C
sebagai larutan 1/44 N NaOH yang digunakan dalam titrasi. Pengukuran
BOD5 menggunakan metode winkler, dengan rumus sebagai berikut: Kandungan BOD5=
dengan B
adalah kandungan O2 terlarut segera, dan B adalah kandungan 02 terlarut 5 hari.
Indeks diversitas plankton dihitung menggunakan rumus Shanon-Wienner: H =
2
dimana H adalah indeks keanekaragam, ni merupakan
cacah individu suatu genus dan N adalah cacah individu seluruh genera.






HASIL DAN PEMBAHASAN
I.
Hasil
Tabel I.I Data 6 stasiun berdasarkan kloter 1
No
|
Parameter
|
Nilai
di setiap Stasiun
|
|||||
Stasiun
1
|
Stasiun
2
|
Stasiun
3
|
Stasiun
4
|
Stasiun
5
|
Stasiun
6
|
||
1
|
Oksigen
terlarut (ppm)
|
6.1
|
4.62
|
6.28
|
4.86
|
5.405
|
2.82
|
2
|
BOD
0 (ppm)
|
5.6
|
7.95
|
4.96
|
4.2
|
4.7
|
2.83
|
3
|
BOD
5 (ppm)
|
0
|
0.8
|
0
|
0
|
0
|
0.8
|
4
|
BOD
(ppm)
|
5.6
|
7.15
|
4.96
|
4.2
|
4.7
|
2.03
|
5
|
Diversitas
plankton
|
2.67
|
3.31
|
4.84
|
3.38
|
4.49
|
3.45
|
Tabel I.2 Data 6 Stasiun
berdasarkan kloter 2
No
|
Parameter
|
||||||
Stasiun
1
|
Stasiun
2
|
Stasiun
3
|
Stasiun
4
|
Stasiun
5
|
Stasiun
6
|
||
1
|
Oksigen
terlarut (ppm)
|
4.45
|
4.60
|
6.35
|
4.29
|
5.90
|
3.95
|
2
|
BOD
0 (ppm)
|
4.3
|
5.85
|
4.25
|
3.06
|
5.70
|
5.05
|
3
|
BOD
5 (ppm)
|
0
|
4.10
|
0
|
0
|
3.20
|
3.2
|
4
|
BOD
(ppm)
|
4.3
|
1.75
|
4.25
|
3.06
|
2.50
|
1.85
|
5
|
Diversitas
plankton
|
3.70
|
2.08
|
1.89
|
4.21
|
4.41
|
1.12
|
Tabel I.3 HASIL PENGAMATAN STASIUN 4
Parameter (satuan)
|
Nilai
|
suhu udara (oC)
|
31
|
suhu air (oC)
|
32,5
|
kecerahan air (m)
|
0,45
|
TSS (mg/l)
|
80
|
DO (ppm)
|
4,86
|
CO2 (ppm)
|
7.265
|
salinitas (ppt)
|
0
|
pH
|
7,8
|
bahan organik (ppm)
|
66.423
|
BOD0 (ppm)
|
4,2
|
BOD5 (ppm)
|
0
|
BOD (ppm)
|
4,2
|
densitas plankton (idv/L)
|
12526
|
diversitas plankton
|
3,38
|
II.
PEMBAHASAN
Praktikum ekosistem estuari dilakukan di kawasan
pesisir Baros, Tirtohargo, Kretek, Bantul. Keadaan
disekitar ekosistem estuari di kawasan pesisir Baros yaitu subtratnya berpasir
dan berbatu sehingga membuat warna air menjadi agak bening dan sedikit
kelihatan coklat. Kawasan disini digunakan juga untuk konservasi maka tidak
heran jika banyak tumbuhan mangrove. Di Baros juga banyak pohon cemara, pohon
pisang dan semak ataupun rumput. Bahkan warga disekitar kawasan ini juga
memanfaatkan lahan disekitar kawasan konservasi untuk beternak, mencari kayu
dan mencari rumput. Di Baros juga
digunakan untuk pariwisata, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kapal
untuk mengangkut pengunjung menikmati pantai Baros. Namun sayang lingkungan di
sekitar kawasan ini masih banyak sampah plastik.
HASIL PENGAMATAN STASIUN 4
Parameter (satuan)
|
Nilai
|
suhu udara (oC)
|
31
|
suhu air (oC)
|
32,5
|
kecerahan air (m)
|
0,45
|
TSS (mg/l)
|
80
|
DO (ppm)
|
4,86
|
CO2 (ppm)
|
7.265
|
salinitas (ppt)
|
0
|
pH
|
7,8
|
bahan organik (ppm)
|
66.423
|
BOD0 (ppm)
|
4,2
|
BOD5 (ppm)
|
0
|
BOD (ppm)
|
4,2
|
densitas plankton (idv/L)
|
12526
|
diversitas plankton
|
3,38
|
Berdasarkan tabel I.3 parameter fisika yang dilakukan
yaitu perhitungan suhu udara, suhu air, dan kecerahan. Suhu udara di stasiun 4
sebesar 31° C dan suhu air sebesar 32° C. Data menunjukkan suhu air lebih
tinggi daripada suhu udara. Hal ini sesuai dengan teori air dapat menyerap panas dengan mudah dan menahan panas
lebih lama, sehingga kapasitas panas dalam air cenderung tetap. Suhu air yang
lebih tinggi dari suhu udara, disebabkan karena air memiliki kerapatan molekul
yang lebih tinggi sehingga mampu menyimpan panas lebih lama dibandingkan
molekul udara (Effendi,2003).
Tabel 1.3 menunjukkan tingkat kecerahan pada
stasiun 4 sebesar 0,45 m. Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm. Perairan
oligotropik mempunyai batas kecerahan >6 m, mesotropik 3–6 m dan eutropik
< 3 m. Berdasarkan keterangan tersebut dan hasil pengamatan, dapat dikatakan
bahwa perairan estuari termasuk perairan eutropik. Perairan eutropik merupakan
perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih
tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari
umumnya rendah. Semakin dalam perairan maka semakin tidak subur, tumbuhan
litoral jarang dan kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi.
Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh adanya cuaca, kekeruhan padatan yang
tersuspensi dan terlarut (lumpur dan pasir halus) (Effendi, 2003).
Padatan
tersupensi dalam air umumnya diperlukan untuk penentuan produktivitas dan
mengetahui norma air yang dimaksud dengan jalan mengukur dalam berbagai
periode. Suatu kenaikan mendadak, padatan tersuspensi dapat ditafsir dari erosi
tanah akibat hujan. Pergerakan air berupa arus pasang akan mampu mengaduk
sedimen yang ada. Menurut Prescod (1973), kandungan padatan tersuspensi dalam
perairan tidak boleh lebih dari 1000 mg/l. Tingginya kandungan TSS dalam
perairan akan mengurangi kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air
sehingga berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan
pengaruh tidak langsung terhadap keberadaan zooplankton dalam perairan
(Fardiaz, 1992). Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi dalam suatu perairan
dapat mengurangi nilai guna perairan dan mempengaruhi organisme yang hidup di
dalamnya (Sumawidjaja, 1974).
Berdasarkan
tabel I.3 nilai TSS dari stasiun 4 sebesar 80 mg/l. Menurut
Effendi (2003), nilai TSS 81-400 mg/l menunjukkan bahwa kandungan padatan
tersuspensi kurang baik bagi kepentingan perikanan. Sumawidjaja (1974)
menyatakan bahwa TSS akan berpengaruh terhadap kejernihan air, selanjutnya
berpengaruh terhadap daya penetrasi cahaya dan akhirnya akan mempengaruhi
produktivits primer. TSS yang tinggi dapat menghalangi masuknya sinar matahari
ke dalam air, sehingga akan mengganggu proses fotosintesis dan menyebabkan
turunnya oksigen terlarut yang dilepas ke dalam air oleh tanaman.
Oksigen
merupakan komponen penting dan menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan.
Hal ini karena daya larut oksigen di perairan rendah serta dipengaruhi oleh
suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen
makin rendah. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti suhu, salinitas, pergerakan air, luas daerah permukaan yang terbuka,
tekanan atmosfir dan persentase oksigen di sekelilingnya. Oksigen terlarut
adalah parameter kimia perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang
terlarut dalam suatu ekosistem perairan. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan proses metabolisme atau
pertukaran zat yang menghasilkan energi. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Daya larut
oksigen yang rendah akan berpengaruh kepada suhu dan salinitas. Semakin tinggi
suhu dan salinitas maka kelarutan oksigen makin rendah. Oksigen terlarut dalam
perairan dapat berkurang oleh proses respirasi organisme akuatik, penguraian
atau perombakan bahan organik sehingga peningkatan konsentrasi bahan organik
dapat menurunkan O2 terlarut dan kecerahan perairan. Berdasarkan tabel dapat
diketahui nilai kandungn DO di kawasan ini sebsar 4,86 ppm. Data ini sesuai
dengan teori jika suhu tinggi maka kandungan DO akan rendah.
Kandungan
CO2 berkaitan
dengan fitoplankton yang ada dalam perairan karena fitoplankton dapat melakukan
fotosintesis. Fotosintesis membutuhkan CO2 untuk sumber karbon dan akan
menghasilkan O2. CO2 yang bernilai nol menunjukkan keberlimpahan fitoplankton
tinggi karena semua CO2 digunakan untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan
O2 yang banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu
proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup
dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Pada pengamatan ini nilai CO2 yang
didapatka sebesar 7,26 ppm. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa semakin kecil kandungan DO, maka kandungan CO2
akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya..
Salinitas
adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut air. Salinitas juga dapat
mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar
danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini
dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini,
secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan
sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari
5%, disebut brine(Djoko, 2004). Berdasarkan data didapatkan nilai salinitas
sebesr 0. Hal ini sesuai dengan teori jika kandungan air dibawah 0,05% maka
termasuk payau. Dan lingkungan estuari merupakan lingkungan dengan air payau.
Derajat
keasaman (pH) suatu perairan sering digunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan kualitas air sebagai media hidup. Karena pH sangat berpengaruh
terhadap berbagai metabolisme dan proses fisiologis di dalam tubuh makhluk
hidup. Derajat keasaman yang dianjurkan adalah sebesar 7 (netral). Kadar pH
yang terlampau jauh dari batas netral akan mengganggu sistem regulasi dalam
tubuh organisme. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2
maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk
itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi
atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006). Tingkat pH lebih kecil
dari 4, 8 dan lebih besar dari 9, 2 sudah dapat dianggap tercemar. Ph yang
didapatkan dari praktikum ini sebesar 7,8. Halini berarti kualitas air masih
normal dan belum tercemar.
BO
berpengaruh pada dekomposisi materi dalam perairan yang akan diuraikan oleh
plankton. Semakin banyak bahan organik dalam air, maka semakin besar BOD yang
diperoleh, sedangkan DO akan makin rendah (Agusnar, 2008). BO berkebalikan
dengan TSS. Dalam praktikum ini diperoleh BO sebesar 66.423. namun data yang
diperoleh tidak sesuai dengan teori. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan
praktikan dalam menentukan BO, TSS, BOD maupun DO.
Kadar
BOD dipengaruhi oleh bahan organik yang diuraikan. BOD adalah jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan
dalam air. Dengan demikian bahan organik akan rendah jika BOD tinggi karena
organisme pengurai memiliki BOD yang cukup untuk menguraikan bahan organik yang
ada. Kandungan BOD berkebalikan dengan DO. Kandungan BOD yang didapatkan dalam
praktikum ini sebesar4,2. Hal ini tidak sesuai dengan teori.
Kesalah ini mungkin terjadi karena kesalahan dari praktikan.
Hubungan
grafik TSS dan densitas plankton adalah berbanding lurus, yaitu jika TSS
tinggi, maka densitas plankton juga tinggi. Namun jika TSS dan densitas
plankton itu tinggi, maka kecerahan akan rendah. Hal ini dikarenakan TSS dan
plankton akan menghalangi sinar matahari untuk masuk ke dalam air. Berdasarkan
data yang diperoleh, didapatkan nilai densisitas plankton sebesar 12526. Hal ini sesuai dengan teori, karena nilai TSS juga tinggi.
Nilai
diversitas plankton pada stasiun 4 sebesar 3,38. Hal ini berarti kualitas
perairan sangat baik dan derajat pencemaran air belum tercemar. Tabel klasifikasi kualitas perairan
berdasarkan indeks diversitas Shannon-Winner dapat dilihat sebagai berikut :
Tolok ukur
|
Kualitas pencemaran
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
Sangat buruk
|
Buruk
|
sedang
|
Baik
|
Sangat baik
|
|
Indeks diversitas
|
≤ 0,80
|
0,81-1,60
|
1,61-2,40
|
2,41-3,20
|
≥ 3,21
|
Kemudian untuk klasifikasi derajat pencemaran berdasarkan indeks diversitas
Shannon-Wiener dapat dilihat pada tebel berikut:
Tolok ukur
|
Derajat pencemaran
|
|||
Belum tercemar
|
Tercemar ringan
|
Tercemar sedang
|
Tercemar berat
|
|
Indeks diversitas
|
>2,0
|
1,6-2,0
|
1,0-1,5
|
<1,0
|
Suhu vs DO vs CO2
CO2 berkaitan dengan
fitoplankton yang ada dalam perairan karena fitoplankton dapat melakukan
fotosintesis. Fotosintesis membutuhkan CO2 untuk sumber karbon dan akan
menghasilkan O2. CO2 yang bernilai nol menunjukkan keberlimpahan fitoplankton
tinggi karena semua CO2 digunakan untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan
O2 yang banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu
proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup
dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Nilai CO2 berbanding terbalik dengan
DO. Ketersediaan
oksigen di perairan bersumber dari atmosfer maupun dari tumbuhan air yang
berfotosintesis. Sementara karbondioksida dapat bersumber dari air tanah,
dekomposisi zat organik, respirasi organisme air. Kelarutan oksigen di suatu
ekosistem danau dipengaruhi oleh faktor temperatur. Bahwa kelarutan oksigen
dalam air akan meningkat apabila temperatur air menurun dan sebaliknya. Hal ini
terjadi karena organisme pada suhu standar tidak membutuhkan oksigen yang
berlebih dibanding saat kenaikan suhu dari biasanya. Dengan demikian
kenaikan suhu akan mendorong organisme menggunakan oksigen untuk
metabolismenya dan meningkatkan kandungan CO2 diperairan akibat
respirasinya (Lewis, 1978).
CO2 vs PH
CO2 berpengaruh
pada pH suatu lingkungan. Apabila kandungan CO2 tinggi maka kandungan pH akan
menurun. Ph yang baik adalah pada saat
parameter menunjukkan nilai 7. Pada malam hari, jumlah CO2 aka naik sebagai
proses dari respirasi. CO2 akan naik dan bereaksi dengan air membuat temperatur
dan ph menjadi lebih rendah.
BOD vs BOD5
Nilai BOD
menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam
proses oksidasi secara biologis membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan
proses oksidasi secara kimia. Mikroorganisme membutuhkan waktu 20 hari untuk
menguraikan senyawa organik dengan sempurna karena hal ini terlalu lama maka
pengukuran yang dilakukan yaitu hanya 5 hari (BOD5). Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik tersebut dan
tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu
(Barus, 2002). Berdasarkan faktor-faktor ini dapat disimpulkan keterkaitan
antara oksigen, BOD5, dan BO sangat berkaitan erat. Dalam suatu
stasiun pengamatan yang mempunyai kandungan bahan organik cukup tinggi maka
mempunyai nilai BOD5 yang tinggi pula sementara oksigen terlarut
akan turun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme dalam proses penguraian senyawa organik yang banyak tadi
membutuhkan oksigen yang banyak pula. Kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme
bagi proses penguraian biokimia dari bahan organik dibedakan antara kebutuhan
untuk perombakan rantai karbon dan kebutuhan oksigen untuk perombakan rantai
nitrogen. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa organik, yang berarti hanya untuk senyawa yang mudah
diuraikan secara biologis seperti limbah rumah tangga.
TSS vs BO
Menurut Tarigan (2003),
Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang
heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan
dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. TSS
berkebalikan dengan bahan organik.
TSS vs densisitas plankton
Densitas
dan diversitas plankton dapat menunjukkan tingkat kesuburan suatu perairan.
Keberadaan plankton dalam ekosistem perairan dipengaruhi oleh suhu, cahaya
matahari, DO, CO2, pH, TSS, dan BO. Semakin tinggi TSS maka densisitas plankton
akan rendah.TSS berkebalikan dengan densisitas plankton.
Berdasarkan
diversitas plankton Shannon-Wiener dapat disimpulkan bahwa perairan estuari
pada staiun 4 tergolong belum tercemar dan kualitas air sangat baik. Hal ini
karena diversitas plankton pada stasiun 4 bernilai 3,38. Indeks diversitas
plankton terendah berada pada staisun 1 yaitu 2,67 dengan DO sebesar 6,1. Dan
indeks diversitas plankton paling tinggiberada di stasiun 3 yaitu 4,84. Hal imi berarti perairan paling
baik berada di stasiun 3.
KESIMPULAN
Dari
hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa ekosistem estuari memiliki
karakterristik tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut,
yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi,
pencampuran air dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada
biotanya. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan
suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai
maupun air laut. Perubahan yang terjadi akibat adanya
pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis
dengan lingkungan sekelilingnya. Tingkat
kadar garam didaerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya
aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria
tersebut. Serta memiliki faktor pembatas berupa suhu, kecerahan, TSS, DO, CO2,
salinitas, PH, bahan orgaik, BOD0, BOD5, BOD, densisitas plankton dan
diversitas plankton. Parameter yang ada sangat berpengaruh terhadap komunitas
biota perairan. Contohnya tingginya kandungan TSS dalam perairan akan mengurangi
kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga berpengaruh langsung
terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan pengaruh tidak langsung terhadap
keberadaan zooplankton dalam perairan. Semakin rendah kandungan CO2 di perairan
maka tingkat deversitas plankton akan tinggi. Berdasarkan klasifikasi perairan
dengan acuan indeks diversitas plankton Shannon-Wiener, stasiun terbaik dengan
kualitas perairan paling baik adalah stasiun tiga.
DAFTAR
PUSTAKA
Agusnar
H. 2008. Pencemaran Air Limbah. Universitas Sumatera Utara. Medan
Barus,
T.A. 2004. Pengantar Limnologi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Clark,
R.J. 1996. Coastal Zone Management Hand Book. CRC Lewis Publishers. Boca
Raton, Florida – USA.
Djoko,
Ridwan. 2004. Laut Nusantara. Djambatan :Jakarta
Effendi,
H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakart
Fardias
, S. 1992. Populasi Air dan Udara.Kanisius.Yogyakarta
Hutabarat
Sahala dan Stewart. 1985. Pengantar Oceanografi. UI-Press: jakarta
Kinne, O. 1964. Marine ecology. A
Comprehensive Integrated Treatise On Life In
Oceans And Coastal Water. Willey
Interscience. John Willey and Sons Ltd. London, New York, Sydney, Toronto
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi.
Gadjah Mada University press. Yogyakarta
Pescod, M. B. 1973. Investigation of
Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. AIT, London
Ray,
C.C. dan G. McCormick_Ray. 1994. Coastal Marine Proctected Areas, a Moving
Target. Proceeding from the International Workshop on Coastal Marine
Protected Areas and Biosphere Reserves. ANCA/UNESCO. Canberr, Australia
Salmin.
2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan
Teluk
Sary,
2006. Bahan Kuliah Manajemen Kualitas Air. Politehnik vedca. Cianjur
Sumawidjaja
K. 1974. Limnologi. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan
Pengelolahan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. GramediaPustaka Utama.
Jakarta.
Tarigan,
M.S. dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended
Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. MAKARA, SAINS, VOL. 7, NO. 3. LIPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar