vica

Cartoon Toad Jumping Up and Down

Senin, 11 September 2017

laporan estuari



EKOSISTEM ESTUARI
Vika Tari Ramadhanty
16/394254/PN/14493
Budidaya Perikanan

Intisari
Estuari adalah suatu badan air pantai yang semi tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka sehingga perairan estuari dipengaruhi oleh pasang-surut air laut dan air tawar yang berasal dari daratan. Secara khusus, komunitas estuari terdiri dari campuran antara jenis-jenis endemik yang berasal dari dari laut dan beberapa spesies dari air tawar yang memiliki kemampuan osmoregulasi yang tinggi sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan salinitas yang berfluktuasi. Tiram dan kepiting merupakan biota estuari yang merupakan spesies spesies dari laut yang dapat beradaptasi dengan salinitas yang berfluktuasi ( Odum 1993). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilakan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000). Lingkungan estuary merupakan kawasan yang sangat penting bagi hewan dan tumbuhan.  Pada daerah-daerah tropis seperti di lingkungan estuary umumnya di tumbuhi dengan tumbuhan khas yang di sebut mangrove. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk  mempelajari karakteristik ekosistem estuari(muara) dan faktor pembatas-pembatasnya. Mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan populasi biota estuari. Dan untuk mempelajari perairan estuari  berdasarkan atas indeks diversitas plankton. Praktikum ekosistem estuari dilaksanakan di kawasan pesisir Baros, Tirtohargo, Kretek, Bantul pada tanggal 11 Maret 2017 pukul 10.00 WIB sampai selesai. Lokasi pengamatan dibagi menjadi 6 stasiun. Jumlah stasiun pada praktikum kali ini yaitu 6 stasiun. Parameter yang diamati yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecerahan, TSS), parameter kimia (DO, CO2 bebas, PH, salinitas, BOD0, BOD5, BOD, dan bahan organik), dan parameter biologi(plankton). Hal tersebut digunakan untuk mengukur kualitas air masing-masing stasiun berdasarkan indeks diversitas plankto. Berdasarkan hasil yang diperoleh parameter DO tertinggi diperoleh 6,1  ppm, BOD0 tertinggi diperoleh 7,95 ppm. BOD5 tertinggi diperoleh 0,8 ppm. BOD tertinggi diperoleh 7,15.  Sedangkan diversitas plankton tertinggi pada stasiun tiga 3 yaitu 4,84 dan terendah pada stasiun pertama 2,67. Berdasarkan indeks acuan kualitas air dan pencemaran air, semua stasiun kualitasnya perairannya baik dan belum tercemar.
Kata kunci: BOD, Densitas, deversitas, DO, ekosistem, estuari, parameter, perairan, salinitas
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia yaitu lebih dari 13.000 pulau. Sebagai negara kepulauan yang cukup besar, Indonesia memiliki garis pantai nomor dua terpanjang di dunia setelah Canada, dengan garis panjang garis pantai lebih dari 81.000 km. Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir dapat didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan. Secara alamiah potensi pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan. Nelayan di pesisir memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk memenuhi kebutukan hidupnya. Pada umumnya potensi pesisir dan kelautan yang di manfaatkan oleh nelayan terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup.
Wilayah pesisir adalah suatu wilayah yang unik seperti adanya pasang surut, hutan mangrove, terumbu karang, pantai, gelombang pasang dan pulau penghalang, semuanya ini hanya terdapat di daerah pesisir. Lingkungan pesisir adalah batas pertemuan antara darat dan laut, dan daerah ini meliputi wilayah sekitar 8% permukaan bumi, merupakan daerah yang sangat beragam dan produktif teristimewa pada perairan dangkal di wilayah daerah tropis (Birkeland 1983; Ray dan McCormick-Ray 1994; Clark 1996).
Menurut Clark (1977) dalam Anonymous(1987) secara fungsional perairan pesisir dibedakan menjadi 3 mintakat yaitu: perairan estuari, perairan pantai, dan perairan samudra. Estuari adalah suatu badan air pantai yang semi tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka sehingga perairan estuari dipengaruhi oleh pasang-surut air laut dan air tawar yang berasal dari daratan. Secara khusus, komunitas estuari terdiri dari campuran antara jenis-jenis endemik yang berasal dari dari laut dan beberapa spesies dari air tawar yang memiliki kemampuan osmoregulasi yang tinggi sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan salinitas yang berfluktuasi. Tiram dan kepiting merupakan biota estuari yang merupakan spesies spesies dari laut yang dapat beradaptasi dengan salinitas yang berfluktuasi ( Odum 1993). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilakan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000), antara lain
·         Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
·         Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun air laut.
·         Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
·         Tingkat kadar garam didaerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.
Menurut Hutabarat dan Stewart (1985) ada 4 faktor yang dipercaya yang menyebaban daerah estuari mempunyai nilai produktivitas tinggi yaitu :
  1. Disana tempat suatu penambahan bahan-bahan organik secara terus-menerus yang berasal dari daerah aliran sungai.
  2. Perairan estuarian umumnya adalah dangkal, sehingga cukup menerima sinar matahari untuk menyokong pertumbuhan tumbuh-tumbuhan yang sangat banyak.
  3. Daerah ini merupakan tempat yang relatif kecil menerima aksi gelombang, akibatnya detritus dapat menumpuk didalamnya dan.
  4. Aksi pasang selalu mengaduk bahan-bahan organik yang berbeda disekitar tumbuh-tumbuhan
Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang substratnya terekspos (Kinne, 1964).Suhu dan salinitas merupakan parameter-parameter fisika yang penting untuk kehidupan organisme di perairan laut dan payau. Parameter ini sangat spesifik di perairan estuaria. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organism dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk  mempelajari karakteristik ekosistem estuari(muara) dan faktor pembatas-pembatasnya. Mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan populasi biota estuari. Dan untuk mempelajari perairan estuari  berdasarkan atas indeks diversitas plankton.
METODOLOGI
            Praktikum ekosistem estuari dilaksanakan di kawasan pesisir Baros, Tirtohargo, Kretek, Bantul pada tanggal 11 Maret 2017 pukul 07.00 WIB sampai selesai. Jumlah stasiun pada praktikum kali ini yaitu 6 stasiun. Parameter yang diamati yaitu parameter fisik (suhu udara, suhu air, kecerahan), kimia(DO, CO2 bebas, salinitas, BOD5), biologi(plankton).
            Alat yang digunakan  pada prsktikum ini yaitu roll-meter, termometer, refraktometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, buret, pipet tetes, mikroburet, ember plastik, jaring plankton, Sedgwick-Rafter Counting Cell, mikroskop, kertas label, kertas alumunium, botol, kertas saring, dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kertas PH atau PH meter, larutan MnSo4, larutan reagenoksigen, larutanH2SO4 pekat, larutan 1/80 N Na2S2O2, larutan KOH-KI, larutan 1/40 N Na2s2o3, larutan1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan 1/50 N HCL, larutan indikator amilum, lartan indikator Phenolphptalein(PP), larutan indikator Methyl Orange(MO), larutan indikator Bromcresol Green/Methyl Red(BCG/MR), dan larutan 4% formalin.
Metode yang digunakan dalam praktikum ekosistem estuari yaitu dalam hal pengukuran suhu menggunakan termometer, kecerahan menggunakan Secchi disk yaitu menghitung jarak secchi disk terlihat dan tidak terlihat. Pengukuran Kandungan padatan tersupsensi total(TSS) dengan metode gravimetri, dengan rumus sebagai berikut: Kandungan TSS=  dimana Y adalah volume air sampel damal ml, A adalah berat kertas saring sebelum digunakan, B adalah berat kertas saring setelah digunakan dan dikeringkan. Pengukuran salinitas dengan mengunakan alat refraktometer. Kandungan O2 terlarut (DO atau Dissolved Oxygen) menggunakan metode winkler, dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Kandungan O2 terlarut =    dengan Y merupakan banyaknya larutan 1/80 N Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi dari awal hingga akhir. Kandungan CO2  bebas menggunakan metode alkalimetri, dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Kandungan CO2 dengan C sebagai larutan 1/44 N NaOH yang digunakan dalam titrasi. Pengukuran BOD5 menggunakan metode winkler, dengan rumus sebagai berikut: Kandungan BOD5= dengan B adalah kandungan O2 terlarut segera, dan B adalah kandungan 02 terlarut 5 hari. Indeks diversitas plankton dihitung menggunakan rumus Shanon-Wienner: H =  2 dimana H adalah indeks keanekaragam, ni merupakan cacah individu suatu genus dan N adalah cacah individu seluruh genera.

HASIL DAN PEMBAHASAN

       I.            Hasil
Tabel I.I Data 6 stasiun berdasarkan kloter 1
No
Parameter
Nilai di setiap Stasiun
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
1
Oksigen terlarut (ppm)
6.1
4.62
6.28
4.86
5.405
2.82
2
BOD 0 (ppm)
5.6
7.95
4.96
4.2
4.7
2.83
3
BOD 5 (ppm)
0
0.8
0
0
0
0.8
4
BOD (ppm)
5.6
7.15
4.96
4.2
4.7
2.03
5
Diversitas plankton
2.67
3.31
4.84
3.38
4.49
3.45

Tabel I.2 Data 6 Stasiun berdasarkan kloter 2
No
Parameter

Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
1
Oksigen terlarut (ppm)
4.45
4.60
6.35
4.29
5.90
3.95
2
BOD 0 (ppm)
4.3
5.85
4.25
3.06
5.70
5.05
3
BOD 5 (ppm)
0
4.10
0
0
3.20
3.2
4
BOD (ppm)
4.3
1.75
4.25
3.06
2.50
1.85
5
Diversitas plankton
3.70
2.08
1.89
4.21
4.41
1.12







Tabel I.3 HASIL PENGAMATAN STASIUN 4
Parameter (satuan)
Nilai


suhu udara (oC)
31
suhu air (oC)
32,5
kecerahan air (m)
0,45
TSS (mg/l)
80
DO (ppm)
4,86
CO2 (ppm)
7.265
 salinitas (ppt)
0
pH
7,8
bahan organik (ppm)
66.423
BOD0 (ppm)
4,2
BOD5 (ppm)
0
BOD (ppm)
4,2
densitas plankton (idv/L)
12526
diversitas plankton
3,38


    II.            PEMBAHASAN

Praktikum ekosistem estuari dilakukan di kawasan pesisir Baros, Tirtohargo, Kretek, Bantul. Keadaan disekitar ekosistem estuari di kawasan pesisir Baros yaitu subtratnya berpasir dan berbatu sehingga membuat warna air menjadi agak bening dan sedikit kelihatan coklat. Kawasan disini digunakan juga untuk konservasi maka tidak heran jika banyak tumbuhan mangrove. Di Baros juga banyak pohon cemara, pohon pisang dan semak ataupun rumput. Bahkan warga disekitar kawasan ini juga memanfaatkan lahan disekitar kawasan konservasi untuk beternak, mencari kayu dan  mencari rumput. Di Baros juga digunakan untuk pariwisata, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kapal untuk mengangkut pengunjung menikmati pantai Baros. Namun sayang lingkungan di sekitar kawasan ini masih banyak sampah plastik.











HASIL PENGAMATAN STASIUN 4

Parameter (satuan)
Nilai


suhu udara (oC)
31
suhu air (oC)
32,5
kecerahan air (m)
0,45
TSS (mg/l)
80
DO (ppm)
4,86
CO2 (ppm)
7.265
salinitas (ppt)
0
pH
7,8
bahan organik (ppm)
66.423
BOD0 (ppm)
4,2
BOD5 (ppm)
0
BOD (ppm)
4,2
densitas plankton (idv/L)
12526
diversitas plankton
3,38

Berdasarkan tabel I.3 parameter fisika yang dilakukan yaitu perhitungan suhu udara, suhu air, dan kecerahan. Suhu udara di stasiun 4 sebesar 31° C dan suhu air sebesar 32° C. Data menunjukkan suhu air lebih tinggi daripada suhu udara. Hal ini sesuai dengan teori air dapat menyerap panas dengan mudah dan menahan panas lebih lama, sehingga kapasitas panas dalam air cenderung tetap. Suhu air yang lebih tinggi dari suhu udara, disebabkan karena air memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi sehingga mampu menyimpan panas lebih lama dibandingkan molekul udara (Effendi,2003).
 Tabel 1.3 menunjukkan tingkat kecerahan pada stasiun 4 sebesar 0,45 m. Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm. Perairan oligotropik mempunyai batas kecerahan >6 m, mesotropik 3–6 m dan eutropik < 3 m. Berdasarkan keterangan tersebut dan hasil pengamatan, dapat dikatakan bahwa perairan estuari termasuk perairan eutropik. Perairan eutropik merupakan perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Semakin dalam perairan maka semakin tidak subur, tumbuhan litoral jarang dan kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh adanya cuaca, kekeruhan padatan yang tersuspensi dan terlarut (lumpur dan pasir halus) (Effendi, 2003).
Padatan tersupensi dalam air umumnya diperlukan untuk penentuan produktivitas dan mengetahui norma air yang dimaksud dengan jalan mengukur dalam berbagai periode. Suatu kenaikan mendadak, padatan tersuspensi dapat ditafsir dari erosi tanah akibat hujan. Pergerakan air berupa arus pasang akan mampu mengaduk sedimen yang ada. Menurut Prescod (1973), kandungan padatan tersuspensi dalam perairan tidak boleh lebih dari 1000 mg/l. Tingginya kandungan TSS dalam perairan akan mengurangi kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan pengaruh tidak langsung terhadap keberadaan zooplankton dalam perairan (Fardiaz, 1992). Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi dalam suatu perairan dapat mengurangi nilai guna perairan dan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya (Sumawidjaja, 1974).
Berdasarkan tabel I.3 nilai TSS dari stasiun 4 sebesar 80 mg/l. Menurut Effendi (2003), nilai TSS 81-400 mg/l menunjukkan bahwa kandungan padatan tersuspensi kurang baik bagi kepentingan perikanan. Sumawidjaja (1974) menyatakan bahwa TSS akan berpengaruh terhadap kejernihan air, selanjutnya berpengaruh terhadap daya penetrasi cahaya dan akhirnya akan mempengaruhi produktivits primer. TSS yang tinggi dapat menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga akan mengganggu proses fotosintesis dan menyebabkan turunnya oksigen terlarut yang dilepas ke dalam air oleh tanaman.
Oksigen merupakan komponen penting dan menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan. Hal ini karena daya larut oksigen di perairan rendah serta dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen makin rendah. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas, pergerakan air, luas daerah permukaan yang terbuka, tekanan atmosfir dan persentase oksigen di sekelilingnya. Oksigen terlarut adalah parameter kimia perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam suatu ekosistem perairan. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan proses metabolisme atau pertukaran zat yang menghasilkan energi. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Daya larut oksigen yang rendah akan berpengaruh kepada suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas maka kelarutan oksigen makin rendah. Oksigen terlarut dalam perairan dapat berkurang oleh proses respirasi organisme akuatik, penguraian atau perombakan bahan organik sehingga peningkatan konsentrasi bahan organik dapat menurunkan O2 terlarut dan kecerahan perairan. Berdasarkan tabel dapat diketahui nilai kandungn DO di kawasan ini sebsar 4,86 ppm. Data ini sesuai dengan teori jika suhu tinggi maka kandungan DO akan rendah.
Kandungan CO2 berkaitan dengan fitoplankton yang ada dalam perairan karena fitoplankton dapat melakukan fotosintesis. Fotosintesis membutuhkan CO2 untuk sumber karbon dan akan menghasilkan O2. CO2 yang bernilai nol menunjukkan keberlimpahan fitoplankton tinggi karena semua CO2 digunakan untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan O2 yang banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Pada pengamatan ini nilai CO2 yang didapatka sebesar 7,26 ppm. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin kecil kandungan DO, maka kandungan CO2 akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya..
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, disebut brine(Djoko, 2004). Berdasarkan data didapatkan nilai salinitas sebesr 0. Hal ini sesuai dengan teori jika kandungan air dibawah 0,05% maka termasuk payau. Dan lingkungan estuari merupakan lingkungan dengan air payau.
Derajat keasaman (pH) suatu perairan sering digunakan sebagai petunjuk  untuk menyatakan kualitas air sebagai media hidup. Karena pH sangat berpengaruh terhadap berbagai metabolisme dan proses fisiologis di dalam tubuh makhluk hidup. Derajat keasaman yang dianjurkan adalah sebesar 7 (netral). Kadar pH yang terlampau jauh dari batas netral akan mengganggu sistem regulasi dalam tubuh organisme. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006). Tingkat pH lebih kecil dari 4, 8 dan lebih besar dari 9, 2 sudah dapat dianggap tercemar. Ph yang didapatkan dari praktikum ini sebesar 7,8. Halini berarti kualitas air masih normal dan belum tercemar.
BO berpengaruh pada dekomposisi materi dalam perairan yang akan diuraikan oleh plankton. Semakin banyak bahan organik dalam air, maka semakin besar BOD yang diperoleh, sedangkan DO akan makin rendah (Agusnar, 2008). BO berkebalikan dengan TSS. Dalam praktikum ini diperoleh BO sebesar  66.423. namun data yang diperoleh tidak sesuai dengan teori. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan praktikan dalam menentukan BO, TSS, BOD maupun DO.
Kadar BOD dipengaruhi oleh bahan organik yang diuraikan. BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan dalam air. Dengan demikian bahan organik akan rendah jika BOD tinggi karena organisme pengurai memiliki BOD yang cukup untuk menguraikan bahan organik yang ada. Kandungan BOD berkebalikan dengan DO. Kandungan BOD yang didapatkan dalam praktikum ini sebesar4,2. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Kesalah ini mungkin terjadi karena kesalahan dari praktikan.
Hubungan grafik TSS dan densitas plankton adalah berbanding lurus, yaitu  jika TSS tinggi, maka densitas plankton juga tinggi. Namun jika TSS dan densitas plankton itu tinggi, maka kecerahan akan rendah. Hal ini dikarenakan TSS dan plankton akan menghalangi sinar matahari untuk masuk ke dalam air. Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan nilai densisitas plankton sebesar 12526. Hal ini sesuai dengan teori, karena nilai TSS juga tinggi.
Nilai diversitas plankton pada stasiun 4 sebesar 3,38. Hal ini berarti kualitas perairan sangat baik dan derajat pencemaran air belum tercemar.  Tabel klasifikasi kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas Shannon-Winner dapat dilihat sebagai berikut :
Tolok ukur
Kualitas pencemaran
1
2
3
4
5
Sangat buruk
Buruk
sedang
Baik
Sangat baik
Indeks diversitas
≤ 0,80
0,81-1,60
1,61-2,40
2,41-3,20
≥ 3,21
Kemudian untuk klasifikasi derajat pencemaran berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener dapat dilihat pada tebel berikut:
Tolok ukur
Derajat pencemaran
Belum tercemar
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Indeks diversitas
>2,0
1,6-2,0
1,0-1,5
<1,0
Suhu vs DO vs CO2
CO2 berkaitan dengan fitoplankton yang ada dalam perairan karena fitoplankton dapat melakukan fotosintesis. Fotosintesis membutuhkan CO2 untuk sumber karbon dan akan menghasilkan O2. CO2 yang bernilai nol menunjukkan keberlimpahan fitoplankton tinggi karena semua CO2 digunakan untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan O2 yang banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Nilai CO2 berbanding terbalik dengan DO. Ketersediaan oksigen di perairan bersumber dari atmosfer maupun dari tumbuhan air yang berfotosintesis. Sementara karbondioksida dapat bersumber dari air tanah, dekomposisi zat organik, respirasi organisme air. Kelarutan oksigen di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh faktor temperatur. Bahwa kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila temperatur air menurun dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena organisme pada suhu standar tidak membutuhkan oksigen yang berlebih dibanding saat  kenaikan suhu dari biasanya. Dengan demikian kenaikan suhu akan mendorong organisme menggunakan oksigen  untuk metabolismenya dan meningkatkan kandungan CO2 diperairan akibat respirasinya (Lewis, 1978).
CO2 vs PH
            CO2 berpengaruh pada pH suatu lingkungan. Apabila kandungan CO2 tinggi maka kandungan pH akan menurun.  Ph yang baik adalah pada saat parameter menunjukkan nilai 7. Pada malam hari, jumlah CO2 aka naik sebagai proses dari respirasi. CO2 akan naik dan bereaksi dengan air membuat temperatur dan ph menjadi lebih rendah.
BOD vs BOD5
            Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses oksidasi secara biologis membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan proses oksidasi secara kimia. Mikroorganisme membutuhkan waktu 20 hari untuk menguraikan senyawa organik dengan sempurna karena hal ini terlalu lama maka pengukuran yang dilakukan yaitu hanya 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2002). Berdasarkan faktor-faktor ini dapat disimpulkan keterkaitan antara oksigen, BOD5, dan BO sangat berkaitan erat. Dalam suatu stasiun pengamatan yang mempunyai kandungan bahan organik cukup tinggi maka mempunyai nilai BOD5 yang tinggi pula sementara oksigen terlarut akan turun. Hal  ini menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian senyawa organik yang banyak tadi membutuhkan oksigen yang banyak pula. Kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme bagi proses penguraian biokimia dari bahan organik dibedakan antara kebutuhan untuk perombakan rantai karbon dan kebutuhan oksigen untuk perombakan rantai nitrogen. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, yang berarti hanya untuk senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti limbah rumah tangga.
TSS vs BO
Menurut Tarigan (2003), Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. TSS berkebalikan dengan bahan organik.
TSS vs densisitas plankton
            Densitas dan diversitas plankton dapat menunjukkan tingkat kesuburan suatu perairan. Keberadaan plankton dalam ekosistem perairan dipengaruhi oleh suhu, cahaya matahari, DO, CO2, pH, TSS, dan BO. Semakin tinggi TSS maka densisitas plankton akan rendah.TSS berkebalikan dengan densisitas plankton.
            Berdasarkan diversitas plankton Shannon-Wiener dapat disimpulkan bahwa perairan estuari pada staiun 4 tergolong belum tercemar dan kualitas air sangat baik. Hal ini karena diversitas plankton pada stasiun 4 bernilai 3,38. Indeks diversitas plankton terendah berada pada staisun 1 yaitu 2,67 dengan DO sebesar 6,1. Dan indeks diversitas plankton paling tinggiberada di stasiun 3  yaitu 4,84. Hal imi berarti perairan paling baik berada di stasiun 3.
KESIMPULAN
            Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa ekosistem estuari memiliki karakterristik tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun air laut. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. Tingkat kadar garam didaerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut. Serta memiliki faktor pembatas berupa suhu, kecerahan, TSS, DO, CO2, salinitas, PH, bahan orgaik, BOD0, BOD5, BOD, densisitas plankton dan diversitas plankton. Parameter yang ada sangat berpengaruh terhadap komunitas biota perairan. Contohnya tingginya kandungan TSS dalam perairan akan mengurangi kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan pengaruh tidak langsung terhadap keberadaan zooplankton dalam perairan. Semakin rendah kandungan CO2 di perairan maka tingkat deversitas plankton akan tinggi. Berdasarkan klasifikasi perairan dengan acuan indeks diversitas plankton Shannon-Wiener, stasiun terbaik dengan kualitas perairan paling baik adalah stasiun tiga.
DAFTAR PUSTAKA

Agusnar H. 2008. Pencemaran Air Limbah. Universitas Sumatera Utara. Medan
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Clark, R.J. 1996. Coastal Zone Management Hand Book. CRC Lewis Publishers. Boca Raton, Florida – USA.
Djoko, Ridwan. 2004. Laut Nusantara. Djambatan :Jakarta
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakart
Fardias , S. 1992. Populasi Air dan Udara.Kanisius.Yogyakarta
Hutabarat Sahala dan Stewart. 1985. Pengantar Oceanografi. UI-Press: jakarta
Kinne, O. 1964. Marine ecology. A Comprehensive Integrated Treatise On Life In
Oceans And Coastal Water. Willey Interscience. John Willey and Sons Ltd. London, New York, Sydney, Toronto

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University press. Yogyakarta
Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. AIT, London
Ray, C.C. dan G. McCormick_Ray. 1994. Coastal Marine Proctected Areas, a Moving Target. Proceeding from the International Workshop on Coastal Marine Protected Areas and Biosphere Reserves. ANCA/UNESCO. Canberr, Australia
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk
Sary, 2006. Bahan Kuliah Manajemen Kualitas Air. Politehnik vedca. Cianjur
Sumawidjaja K. 1974. Limnologi. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolahan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. GramediaPustaka Utama. Jakarta.
Tarigan, M.S. dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. MAKARA, SAINS, VOL. 7, NO. 3. LIPI.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar